HUBUNGAN
ILMU AKHLAK DENGAN
ILMU
TASAWUF DAN ILMU TAUHID
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Akhlak dan Tasawwuf yang
dibimbing oleh Bapak Nuruddin
Kelompok
II
1.
Khoirul Amin (083131041)
2.
Abdul Ghofar (083131032)
3.
Dyah Rosita Dwi W (083131031)
4.
Santi Parwati (083131042)
5.
Muhammad Amsori (083131043)
6.
Umar Faruq (083131008)
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
JEMBER
September,
2013
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Ilahi Rabbi yang telah memberi
rahmat serta hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah ini. Shalawat serta salam tidak lupa kami haturkan kepada nabi Muhammad
SAW yang telah membawa kita dari Jaman kegelapan menuju Jaman yang terang
benderang.
Dan tidak lupa kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada Bapak Nuruddin yang telah membimbing kami dalam mata kuliah Akhlak dan
Tasawwuf sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”Hubungan Ilmu
Akhlak dengan Ilmu Tasawwuf dan Ilmu Tauhid”.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi
semua umat islam khusunya para pembaca, Amin Ya Rabbal ‘Alamin.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................... 1
KATA PENGANTAR ............................................................................ 2
DAFTAR ISI........................................................................................... 3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah..................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
Ilmu Akhlak............................................................ 6
2.2
Pengertian
Ilmu Tasawwuf....................................................... 7
2.3
Pengertian
Ilmu Tauhid............................................................ 8
2.4
Hubungan
Ilmu Akhlak dan Ilmu Tasawwuf........................... 9
2.5
Hubungan
Ilmu Akhlak dan Ilmu Tauhid................................ 11
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan .............................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 14
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Dewasa
ini, telah muncul gejala yang kurang baik yang menimbulkan kegoncangan dalam
kehidupan keluarga, masyarakat dan bangsa, diantaranya adalah kenakalan remaja,
tawuran, korupsi oleh para pejabat negara. Salah satu faktor penyebab timbulnya
kenakalan remaja, karena kurangnya perhatian orang tua terhadap anak, utamanya
pembinaan akhlak. Pembinaan akhlak adalah mutiara hidup yang membedakan makhluk
manusia dan makhluk hewani. Manusia tanpa akhlak akan hilang derajat
kemanusiaannya sebagai mahkluk mulia, sesuai dengan fitrah, dan yang memiliki
peran sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi.
Oleh
karena itu, nilai-nilai akhlak harus ditanamkan sejak dini baik melalui pendidikan
keluarga, masyarakat, maupun lembaga pendidikan formal yaitu sekolah. Suatu bangsa akan jaya dan terkenal
bukan ditentukan oleh keluasan wilayah,
kekayaan sumber daya alam, serta kuantitas penduduknya, akan tetapi adalah
karena kualitas akhlak atau tingginya nilai-nilai peradaban yang
dimilikinya. Integritas, dedikasi,
kredibilitas dan kualitas keilmuan populasi yang ada pada suatu Negara akan
menyebabkannya terkenal dan mampu menghadapi tantangan di era globalisasi.
Dalam
konteks inilah,Nabi Muhammad sebagai Rasul terakhir diutus agar mampu menyempurnakan
akhlak manusia. Peranan ilmu akhlak dalam kehidupan sehari-hari tidak terlepas dari
ilmu-ilmu lainnya, baik itu berkaitan dengan hubungan antara sesama manusia
maupun dengan Allah.
Sebagai
sebuah disiplin keilmuan ilmu akhlak sangat berkaitan erat dengan ilmu lainnya,
termasuk ilmu tauhid juga ilmu tasawwuf. Keterkitan itulah yang mendorong
penulis untuk menjelaskan lebih jauh mengenai hubungan ilmu akhlak dengan ilmu
tasawwuf juga ilmu tauhid atau yang lebih dikenal dengan ilmu kalam.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas penulis menitikberatkan makalah ini pada 2 hal
1. Apa
pengertian ilmu akhlak itu?
2. Apa
pengertian ilmu tasawwuf?
3. Apa
pengertian ilmu tauhid?
4. Apa
hubungan ilmu akhlak dengan ilmu tasawwuf dan ilmu tauhid?
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Ilmu Akhlaq
Secara
etimologi kata akhlak dalam bahasa arab adalah bentuk jamak dari kata khulk
yang berarti budi pekerti. Di dalam Kamus
Al-Munjid kata khulk berarti budi pekerti, perangi tingkah
laku atau tabiat.[1]
Di dalam Da’iratul Ma’arif dikatakan:
الأخلاق هي صفات
الإنسان الأدبية
“Akhlak ialah sifat-sifat manusia yang terdidik”[2]
Dari
pengertian diatas dapat diketahui bahwa akhlak adalah sifat-sifat yang dibawa
manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya dan selalu ada padanya. Sifat
itu dapat lahir berupa perbuatan baik, maupun perbuatan buruk.
Dalam kitab ihya’ ulumuddin imam Ghazali
mendifinisikan akhlak sebagai berikut:
الخلق
عبارة عن هيئة في النفس راسخة عنها تصدر الإنفعال بسهولة ويسر من غير حاجة الى فكر
ورؤية.
“al-khulk
ialah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbutan
dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”
Dengan melihat pengertian ilmu,
yaitu mengenal sesuatu sesuai dengan esensinya,[3]
dan pengertian khulk,yaitu budi
pekerti, perangai tingkah laku atau tabiat seperti yang tersebut diatas, maka
Ilmu Akhlak, dilihat dari sudut etimologi, ialah upaya untuk mengenal budi
pekerti, perangi tingkah laku atau tabiat seseorang sesuai dengan esensinya.
Dilihat dari sudut terminologi, di dalam
Al-mu’jam dikatakan:
علم الأخلاق علم موضوعه
أحكام قيمته تتعلق بالأعمال التي توصف بالحسن و القبج.
“Ilmu akhlak adalah ilmu yang objek
pembahasannya adalah tentang nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatan
manusia yang dapat disifatkan dengan baik atau buruk”.
Ahmad Amin menerangkan bahwa ilmu
akhlak ialah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang
seharusnya dilakukan oleh seorang manusia kepada orang lain, menyatakan tujuan
yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan
untuk melakukan apa-apa yang harus diperbuat.
Adapun pengertian sepanjang
terminologi yang dikemukakan oleh ulama akhlak antara lain:
a. Ilmu
akhlak adalah ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk, antara yang
terpuji dan tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan batin.
b. Ilmu
akhlak adalah ilmu pengetahuan yang memberikan pengertian tentang baik dan
buruk, ilmu yang mengajarkan pergaulan manusia dan menyatakan tujuan mereka
yang terkahir dari seluruh usaha dan pekerjaan mereka
Dari
pengertian di atasa dapat dirumuskan bahwa ilmu akhlak ialah ilmu yang membahas
perbuatan manusia dan mengajarkan perbuatan baik yang harus dikerjakan dan
perbuatan jahat yang harus dihindari dalam pergaulannya dengan Tuhan, manusia
dan makhluk alam sekelilingnya dalam kehidupannya sehari-hari sesuai dengan
nilai-nilai moral.
2.2 Pengertian
Ilmu Tasawuf
Ilmu
tasawuf secara etimologi terdiri atas beberapa pengertian, sebagai berikut:[4]
a. Tasawuf
berasal dari istilah yang di konotasikan dengan ahlu suffah, yang berarti
sekelompok orang pada massa rosululloh yang hidupnya di isi dengan banyak
berdiam di serambi-serambi masjid, Dan mereka mengabdikan hidupnya untuk
beribadah kepada alloh.
b. Tasawuf
itu barasal dari kata shuf yang berarti bulu domba atau woll.
Ilmu tasyawuf secara istilah telah
banyak di formulasikan pula oleh ahli yang satu dengan yang lainya berbeda,
sesuai dengan seleranya masing – masing.
Pertama,
menurut Muhammad Ali Al Qassab. Ia memberikan ulasa, “tasawuf adalah akhlak
mulia yang timbul pada watu mulia dari seorang yng mulia di tengah – tengah
kaum yang mulia pula”.
Kedua,
menurut Ma’ruf Al Kurkhi. Ia mengungkapkan, “ tasawuf adalah mengambil hakikat
dan tidak berharap terhadap apa yang ada di tangan mahluk”.
Ketiga,
menurut Al- Junaidi. Ia mendefinisikan, “tasawuf adalah membersihkan hati dari
apa saja yang mengganggu perasaan makhluk, berjuang menanggalkan pengaruh budi
yang asal ( insting) kita, memadamkan sifat sifat kelemahan kita sebagai
manusia, menjauhi segala seruan hawa nafsu, mendekati sifat–sifat suci kerohanian,
bergantung pada ilmu–ilmu hakikat, memakai barang yang penting dan terlebih
kekal, menaburkan nasihat kepada semua orang, memegang teguh janji dengan allah
dalam hal hakikat, dan mengikuti contoh rosulalloh dalam hal syariat.
Berdasarkan pengertian–pengertian di
atas, kita dapat meringkas pengertian tasawuf sebagai berikut:
“Ilmu tasawuf
adalah ilmu yang mempelajari usaha-usaha membersihkan diri berjuang memerangi
hawa nafsu, salig mengingatkan antar manusia, serta berpegang teguh pada janji
Allah dan mengikuti syariat Rosulalloh dalam mendekatkan diri dan mencapai
keridaan-Nya”
2.3 Pengertian
Ilmu Tauhid
Tauhid dalam bahasa artinya menjadikan
sesuatu esa. Yang dimaksud disini adalah mempercayai bahwa Allah itu esa.
Sedangkan secara istilah ilmu Tauhid (Kalam) ialah ilmu yang membahas segala
kepercayaan-kepercayaan yang diambil dari dalil dalil keyakinan dan hukum-hukum
di dalam Islam termasuk hukum mempercayakan Allah itu esa.
Ibnu Khaldun mendefinisikan ilmu kalam
sebagai berikut:
هو
علم يتضمن الحجج عن العقائد الإمانية بالأدلة العقلية.
“Ilmu Kalam adalah disiplin ilmu yang
mengandung berbagai argumentasi tentang aqidah imani yang diperkuat dalil-dalil
rasional”[5]
Dari pernyataan Ibnu Khalun di atas
dapat kita ketahui bahwa perkara dasar yang wajib dipercayai dalam ilmu tauhid
ialah perkara yang dalilnya atau buktinya cukup terang dan kuat yang terdapat
di dalam Al Quran atau Hadis yang shahih. Perkara ini tidak boleh dita’wil atau
ditukar maknanya yang asli dengan makna yang lain.
2.4
Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu
Tasawuf
Para ahli
Ilmu Tasawuf pada umumnya membagi tasawuf kepada tiga bagian. Pertama tasawuf
falsafi, kedua tasawuf akhlaki, dan ketiga tasawuf amali. Ketiga macam tasawuf
ini tujuannya yaitu mendekatkan diri kepada Allah dengan cara membersihkan diri
dari perbuatan yang tercela dan menghias diri dengan perbuatan yang terpuji.
Dengan demikian dalam proses pencapaian tujuan bertasawuf seseorang harus
terlebih dahulu berakhlak mulia. Ketiga macam tasawuf ini berbeda dalam hal
pendekatan yang digunakan. Pada tasawuf falsafi pendekatan yang digunakan
adalah pendekatan rasio atau akal pikiran, karena dalam tasawuf ini menggunakan
bahan-bahan kajian atau pemikiran yang terdapat pada kalangan filosof, seperti
filsafat tentang Tuhan, manusia, hubungan manusia dengan Tuhan dan lain
sebagainya. Selanjutnya pada tasawuf akhlaki pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan akhlak yang tahapannya terdiri dari takhalli (mengosongkan diri
dengan akhlak yang buruk), tahalli (menghiasinya dengan akhlak terpuji),
tajalli (terbukanya dinding penghalang (hijab) yang membatasi manusia dengan
Tuhan, sehingga Nur Ilahi tampak jelas padanya. Sedangkan pada tasawuf amali
pendekatan yang digunakan adalah pendekatan amaliah atau wirid, yang
selanjutnya mengambil bentuk tarikat. Dengan mengamalkan tasawuf baik yang
bersifat falsafi, akhlaki atau amali, seseorang dengan sendirinya berakhlak
baik. Perbuatan yang demikian itu ia lakukan dengan sengaja, sadar, pilihan
sendiri, dan bukan karena terpaksa.
Hubungan
antara Ilmu Akhlak dengan Ilmu tasawuf lebih lanjut dapat kita ikuti uraian
yang diberikan Harun Nasution. Menurutnya ketika mempelajari Tasawuf ternyata
pula bahwa al-Qur’an dan al-hadis mementingkan akhlak. Al-Qur’an dan al-hadis
menekankan kejujuran, kesetiakawanan, persaudaraan, rasa kesosialan, keadilan,
tolong –menolong, murah hati, suka memberi maaf, sabar, baik sangka, berkata
benar, pemurah, keramahan, bersih hati, berani, kesucian, hemat, menepati
janji, disiplin, mencintai ilmu, dan berpikir lurus. Nilai-nilai serupa ini
yang harus dimiliki oleh seorang muslim, dan dimasukkan kedalam dirinya dari
semasa ia kecil.
Sebagaimana
diketauhi bahwa dalam tasawuf masalah ibadah amat menonjol, karena bertasawuf
itu pada hakikatnya melakukan serangkaian ibadah seperti shalat, puasa, haji,
zikir, dan lain sebagainya, yangsemuanya itu dilakukan dalam rangka mendekatkan
diri kepada Allah. Ibadah yang dilakukan dalam rangka bertasawuf itu ternyata
erat hubungannya dengan akhlak. Dalam hubungan ini Harun Nasution lebih lanjut
mengatakan, bahwa ibadah dalam Islam erat sekali hubungannya dengan pendidikan
akhlak. Ibadah dalam al-Qur’an dikaitkan dengan takwa, dan takwa berarti
melaksanakan perintah tuhan dan menjauhi larangan-Nya, yaitu orang yang berbuat
baik dan jauh dari yang tidak baik. Inilah yang dimaksud dengan ajaran amar
ma’ruf nahi munkar, mengajak orang pada kebaikan dan mencega orang dari hal-hal
yang tidak baik. Tegasnya orang yang bertakwa adalah orang yang berakhlak
mulia. Harun Nasution lebih lanjut mengatakan, kaum sufilah, terutama yang
pelaksanaan ibadahnya membawa kepada pembinaan akhlak mulia dalam diri mereka.
Hal itu, dalam istilah sufi disebut dengan al-takhalluq bi akjlaqillah, yaitu
berbudi pekerti dengan budi pekerti Allah, atau al-ittishab bi shifatillah,
yaitu mensifati diri dengan sifat-sifat yang dimiliki Allah.
2.5
Hubungan
Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tauhid
Hubungan antara Ilmu Akhlak
dengan Ilmu Tauhid merupakan hubungan yang bersifat berdekatan, sebelum
membahas lebih jauh apa hubungan antara Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tauhid terlebih
dahulu kita mengingat kembali apa pengertian Ilmu Akhlak dan Ilmu Tauhid.
Menurut Ibn Maskawih Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang
menimbulkan macam-macam perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbamgan, sedangkan Ilmu Tauhid adalah Ilmu yang membahas tentang cara-cara
mengEsakan Tuhan sebagai salah satu sifat yang terpenting diantar sifat Tuhan
lainnya
Hubungan Ilmu antara Ilmu Akhlak
dengan Ilmu Tauhid dapat dilihat melalui beberapa analisis, yaitu :
a.
Dilihat dari segi obyek
pembahasannya, Ilmu Tauhid sebagaimana diuraikan di atas membahas masalah Tuhan
baik dari segi zat, sifat, dan perbuatan-Nya. Kepercayaan yang mantap kepada
Tuhan yang demikian itu, akan menjadi landasan sehingga perbuatan yang
dilakukan manusia semata-mata karena Allah SWT. Dengan demikian Ilmu Tauhid
akan mengarahkan perbuatan manusia menjadi ikhlas dan keikhlasan ini merupakan
salah satu akhlak yang mulia.
b.
Dilihat dari segi fungsinya, Ilmu
Tauhid menghendaki agar seseorang yang bertauhid tidak hanya cukup dengan
menghafal rukun iman yang enam dengan dalil-dalilnya saja, tetapi yang
terpenting adalah agar orang yang bertauhid itu meniru dan mencontoh terhadap
subyek yang terdapat dalam rukun iman itu. Misalnya jika seseorang beriman
kepada malaikat, maka yang dimaksudkan antara lain adalah agar manusia meniru
sifat-sifat yang terdapat pada malaikat, seperti sifat jujur, amanah, tidak
pernah durhaka dan patuh melaksanakan segala yang diperintahkan Tuhan, percaya
kepada malaikat juga dimaksudkan agar manusia merasa diperhatikan dan diawasi
oleh para malaikat, sehingga ia tidak berani melanggar larangan Tuhan. Dengan
cara demikian percaya kepada malaikat akan membawa kepada perbaikan akhlak yang
mulia
Dari
uraian yang agak panjang lebar ini dapat dilihat dengan jelas adanya hubungan
yang erat antara keimanan yang dibahas dalam Ilmu Tauhid dengan perbuatan baik
yang dibahas dalam Ilmu Akhlak. Ilmu Tauhid tampil dalam memberikan bahasan
terhadap Ilmu Akhlak, dan Ilmu Akhlak tampil memberikan penjabaran dan
pengamalan dari Ilmu Tauhid. Tauhid tanpa akhlak yang mulia tidak akan ada
artinya dan akhlak yang mulia tanpa Tauhid tidak akan kokoh. Selain itu Tauhid
memberikan arah terhadap akhlak, dan akhlak memberi isi terhadap arahan
tersebut. Disinilah letaknya hubungan yang erat dan dekat antara Tauhid dan
Akhlak.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan
pemaparan di atas maka dapat dilihat dengan jelas adanya hubungan yang erat
antara keimanan yang dibahas dalam Ilmu Tauhid dengan perbuatan baik yang
dibahas dalam Ilmu Akhlak. Ilmu Tauhid tampil dalam memberikan bahasan terhadap
Ilmu Akhlak, dan Ilmu Akhlak tampil memberikan penjabaran dan pengamalan dari
Ilmu Tauhid. Tauhid tanpa akhlak yang mulia tidak akan ada artinya dan akhlak
yang mulia tanpa Tauhid tidak akan kokoh. Selain itu Tauhid memberikan arah
terhadap akhlak, dan akhlak memberi isi terhadap arahan tersebut. Disinilah
letaknya hubungan yang erat dan dekat antara Tauhid dan Akhlak.
DAFTAR
PUSTAKA
Ma’luf,
Luis, Kamus Al-Munjid, Beirut: Al-Maktabah Al-Katuliyah, tt.
Rochimah dkk, Ilmu Kalam, Surabaya:
IAIN Sunan Ampel Press, 2011.
Rosihun, Muhammad, Anwar, Rasihon, Ilmu
Tasawuf, Bandung: Pustaka Setia, 2008.
Yunus,
Abd. Hamid, Da’irab al-Ma’arif II, Cairo: Asy Sya’b, tt.
[1]
Luis Ma’luf, Kamus Al-Munjid, (Beirut: Al-Maktabah Al-Katuliyah, t.t),
hlm. 194.
[2]
Abd. Hamid Yunus,Da’irab al-Ma’arif, II Asy Sya’b, Cairo, t.t.,hlm. 436
[3]
Luis Ma’luf, op cit., hlm. 551
[4] Rosihun,
Muhammad, Anwar, Rasihon, Ilmu Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2008),
hlm: 11
[5] Rochimah
dkk, Ilmu Kalam, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2011), hlm: 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar