Akhlak pada abad pertengahan
Kehidupan masyarakat
Eropa pada bad pertengahan dikuasai oleh gereja. Pada waktu itu, gereja
berusaha memerangi filsafat Yunani serta menentang penyiaran ilmu dan
kebudayaan kuno. Gereja berkeyakinan bahwa kenyataan “hakikat” telah diterima
dari wahyu. Apa yang telah diperintahkan oleh wahyu tentu benar. Oleh karena
itu, tidak ada artinya lagi pengguanaan akal dn pikiran untuk kegiatan
penelitian. Mempergunakan filsaft boleh saja asalkan tidak bertentangan dengan doktrin yang
dikeluarkan oleh gereja, atau memiliki perasaan dan menguatkan pendapat gereja.
Diluar ketentuan seperti itu, penggunaan filsafat tidak diperkenankan.
Sekalipun demikia,
sebagian dari kalangan gereja mempergunakan pemikiran Plato, Aristoteles, dan
Stoics untuk memperkuat ajaran gereja, dan mencocokkannya dengan akal. Adapun
filsafat yang menentang agama Nasrani dibuang jauh-jauh.
Dengan demikian, ajaran
akhlak lahir di Eropa pada abad adalah ajaran akhlak yang dibangn dari
perpaduan antara ajaran Yunani dan ajaran Nasrani.
Sejarah akhlak pada bangsa arab sebelum Islam
Bangsa Arab pada masa Jahiliah tidak menonjol dalam segi filsafat
sebagaimana bangsa Yunani (Zeno, Plato, dan Aristoteles). Hal ini karena penyelidikan terhadap ilmu
terjadi hanya pada bangsa yang sudah maju pengetahuanya. Sekalipun demikian,
Bangsa Arab pada waktu itu mempunyai ahli-ahli hikmah dan syair-syair yang
hikmah dan syairnya yang mengandung nilai-nilai akhlak, seperti Luqman
Al-Hakim, Aktsam bin Shaifi, Zuhair bin Abi Sulma (530-627), dan Hatim
Ath-Tha’i.
Dapat dipahami bahwa
Bangsa Arab sebelum Islam telah memiliki kadar
pemikiran yang minimal pada akhlak, pengetahuan tentang berbagai macam
keutamaan dan mengerjakannya, walaupun nilai yang tercetus lewat syair-syairnya
belum sebanding dengan kata-kata hikmah yang diucapkan oleh-oleh filsuf-filsuf Yunani
kuno. Dalam syarit-syariat mereka tersebur sudah ada muatan-muatan akhlak.
Sejarah bangsa arab pada masa pada masa Islam
Islam datang mengajak manusia pada kepercayaan bahwa Allah SWT.
Adalah sumber segala sesuatu di seluruh alam. Semua yang ada di dunia berasal
dari-Nya. Dengan kekuasaan-Nya pula, alam dapat berjalan secara beraturan.
Sebagaimana halnya
Allah SWT. telah menetapkan beberapa aturan yang harus diikuti manusia, Allah
SWT. pun telah menetapkan beberapa keutamaan yang harus diikuti, seperti
kebenaran dan keadilan; juga menetapkan beberapa keburukan yang harus dihindari
manusia, seperti dusta dan kezaliman.
Dalam Islam, tidak
diragukan lagi bahwa Nabi Muhammad SAW. adalah guru terbesar dalam bidang
akhlak. Bahkan, keterutusannya ke muka bumi ini adalah untuk menyenpurnakan
Akhlak. Akan tetapi, tokoh yang pertama kali menggagas ilmu akhlak dalam islam , masih terus diperbincangkan. Berikut ini
akan dikemukakan beberapa teori.
Pertama, tokoh yang pertama kali
menggagas ilmu akhlak adalah Ali bin Thalib.
Ini berdasarkan sebuah risalah yang ditulisnya untuk putranya, Al-Hasan,
setelah kepulangannya dari Perang Shiffin. Di dalam risalah tersebut terdapat
banyak pelajaran akhlak dan berbagai keutamaan. Kandungn risalah ini tercermin
pula dalam kitab Nahj Al-Balaghah yang banyak dikutip oleh ulama Sunni,
seperti Abu Ahmad bin ‘Abdillah Al-Askari dalam kitanya Az-Zawajir wa
Al-Mawaizh.
Kedua, tokoh
Islam yang pertama kali menulis ilm akhlak adalah Isma’il bin Mahran Abu
An-Nashr As-Saukani, ulama abad ke-2 H. Ia menulis kitab Al-Mu’min wa
Al-Fajir, kitab akhlak yang pertama kali dikenal dalam Islam. Setelah itu,
dikenal tokoh-tokoh akhlak walaupun merekatidak menulis kitab tentangnya,
seperti Abu Dzar Al-Ghifari. ‘Ammar bin Yasir, Nauval Al-Bakkali, dan Muhammad
bin Abu Bakr.
Ketiga, pada
abad ke-3 H, Ja’far bin Ahmad Al-Qummi menulis kitan Al-Mani’at min Dukhul
Jannah. Tokoh lainnya yang berbicara masalah akhlak adalah:
1.
Ar-Razi
(250-313 H) walaupun masih ada filsuf lain, seperti Al-Kindi dan Ibnu Sina.
Ar-Razi telah menulis karya dalam bidang akhlak berjudul At-Thibb Ar-Ruhani
(Kesehatan Rohani). Buku ini menjelaskan kesehatan rohani dan penjagaannya.
Kitab ini merupakan filsafat akhlak terpenting yang bertujuan memperbaiki moral
manusia.
2.
Pada ke-4 H,
Ali bin bin Ahmad Al-Kufi menulis kitab Al-Adab dan Makarim
Al-Akhlaq. Pada abad ini dikenal pula tokoh Nashr Al-Farabi yang melakukan
penyelidikan tentang akhlak. Demikian juga, Ikhwan Ash-Shafa dalam
risalah-risalahnya dan Ibnu Sina (370-428 H).
3.
Pada ke-5, Ibnu
Maskawaih (w. 421 H) menulis kitab Tahdzih Al-Akhlaq wa Tath-hir Al-Alaq dan
Adab Al-Arab wa Al-Furs. Kitab ini merupakan uraian suatu aliran akhlak
yang sebagian materinya berasal dari konsep-konsep akhlak dari Plato dan
Aristoteles yang diramu dengan ajaran dan hukum Islam serta diperkaya dengan pengalaman
hidup penulis dan situasi zamannya.
4.
Pada abad ke-6, Warram bin Ali al-Fawaris
menulis kitab Tanbih Al-Khathir wa Nuzhah An-Nazhir.
5.
Pada abad ke-7
H, Syaikh Khawajah nashir Ath-Thusi menulis kitab Al-Akhlaq An-Nashiriyyah
wa Al-Ashaf Asy-Syraf wa Adab Al-Muta’allimin.
Pada abad berikutnya sesudahny dikenal beberapa kitab, seperti Irsyad
Ad-Dailami, Mashabih Al-Qulub karya Asy-Syairazi, Makarim Al-Akhlaq karya
Hasan bin Amin Ad-Din, Al-Adab Ad-Diniyyah karya Amin Ad-Din
Ath-Thabarsi, dan Bihar Al-Anwar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar