Rabu, 08 Januari 2014

Akhlak pada abad pertengahan



Akhlak pada abad pertengahan
       Kehidupan masyarakat Eropa pada bad pertengahan dikuasai oleh gereja. Pada waktu itu, gereja berusaha memerangi filsafat Yunani serta menentang penyiaran ilmu dan kebudayaan kuno. Gereja berkeyakinan bahwa kenyataan “hakikat” telah diterima dari wahyu. Apa yang telah diperintahkan oleh wahyu tentu benar. Oleh karena itu, tidak ada artinya lagi pengguanaan akal dn pikiran untuk kegiatan penelitian. Mempergunakan filsaft boleh saja asalkan  tidak bertentangan dengan doktrin yang dikeluarkan oleh gereja, atau memiliki perasaan dan menguatkan pendapat gereja. Diluar ketentuan seperti itu, penggunaan filsafat tidak diperkenankan.
       Sekalipun demikia, sebagian dari kalangan gereja mempergunakan pemikiran Plato, Aristoteles, dan Stoics untuk memperkuat ajaran gereja, dan mencocokkannya dengan akal. Adapun filsafat yang menentang agama Nasrani dibuang jauh-jauh.
       Dengan demikian, ajaran akhlak lahir di Eropa pada abad adalah ajaran akhlak yang dibangn dari perpaduan antara ajaran Yunani dan ajaran Nasrani.
Sejarah akhlak pada bangsa arab sebelum Islam
       Bangsa Arab pada masa Jahiliah tidak menonjol dalam segi filsafat sebagaimana bangsa Yunani (Zeno, Plato, dan Aristoteles). Hal ini karena penyelidikan terhadap ilmu terjadi hanya pada bangsa yang sudah maju pengetahuanya. Sekalipun demikian, Bangsa Arab pada waktu itu mempunyai ahli-ahli hikmah dan syair-syair yang hikmah dan syairnya yang mengandung nilai-nilai akhlak, seperti Luqman Al-Hakim, Aktsam bin Shaifi, Zuhair bin Abi Sulma (530-627), dan Hatim Ath-Tha’i.
       Dapat dipahami bahwa Bangsa Arab sebelum Islam telah memiliki kadar  pemikiran yang minimal pada akhlak, pengetahuan tentang berbagai macam keutamaan dan mengerjakannya, walaupun nilai yang tercetus lewat syair-syairnya belum sebanding dengan kata-kata hikmah yang diucapkan oleh-oleh filsuf-filsuf Yunani kuno. Dalam syarit-syariat mereka tersebur sudah ada muatan-muatan akhlak.
Sejarah bangsa arab pada masa pada masa Islam
       Islam datang mengajak manusia pada kepercayaan bahwa Allah SWT. Adalah sumber segala sesuatu di seluruh alam. Semua yang ada di dunia berasal dari-Nya. Dengan kekuasaan-Nya pula, alam dapat berjalan secara beraturan.
       Sebagaimana halnya Allah SWT. telah menetapkan beberapa aturan yang harus diikuti manusia, Allah SWT. pun telah menetapkan beberapa keutamaan yang harus diikuti, seperti kebenaran dan keadilan; juga menetapkan beberapa keburukan yang harus dihindari manusia, seperti dusta dan kezaliman.
       Dalam Islam, tidak diragukan lagi bahwa Nabi Muhammad SAW. adalah guru terbesar dalam bidang akhlak. Bahkan, keterutusannya ke muka bumi ini adalah untuk menyenpurnakan Akhlak. Akan tetapi, tokoh yang pertama kali menggagas ilmu akhlak dalam islam , masih terus diperbincangkan. Berikut ini akan dikemukakan beberapa teori.
       Pertama, tokoh yang pertama kali menggagas ilmu akhlak adalah Ali bin Thalib. Ini berdasarkan sebuah risalah yang ditulisnya untuk putranya, Al-Hasan, setelah kepulangannya dari Perang Shiffin. Di dalam risalah tersebut terdapat banyak pelajaran akhlak dan berbagai keutamaan. Kandungn risalah ini tercermin pula dalam kitab Nahj Al-Balaghah yang banyak dikutip oleh ulama Sunni, seperti Abu Ahmad bin ‘Abdillah Al-Askari dalam kitanya Az-Zawajir wa Al-Mawaizh.
       Kedua, tokoh Islam yang pertama kali menulis ilm akhlak adalah Isma’il bin Mahran Abu An-Nashr As-Saukani, ulama abad ke-2 H. Ia menulis kitab Al-Mu’min wa Al-Fajir, kitab akhlak yang pertama kali dikenal dalam Islam. Setelah itu, dikenal tokoh-tokoh akhlak walaupun merekatidak menulis kitab tentangnya, seperti Abu Dzar Al-Ghifari. ‘Ammar bin Yasir, Nauval Al-Bakkali, dan Muhammad bin Abu Bakr.
       Ketiga, pada abad ke-3 H, Ja’far bin Ahmad Al-Qummi menulis kitan Al-Mani’at min Dukhul Jannah. Tokoh lainnya yang berbicara masalah akhlak adalah:
1.      Ar-Razi (250-313 H) walaupun masih ada filsuf lain, seperti Al-Kindi dan Ibnu Sina. Ar-Razi telah menulis karya dalam bidang akhlak berjudul At-Thibb Ar-Ruhani (Kesehatan Rohani). Buku ini menjelaskan kesehatan rohani dan penjagaannya. Kitab ini merupakan filsafat akhlak terpenting yang bertujuan memperbaiki moral manusia.
2.      Pada ke-4 H, Ali bin bin Ahmad Al-Kufi menulis kitab Al-Adab dan Makarim Al-Akhlaq. Pada abad ini dikenal pula tokoh Nashr Al-Farabi yang melakukan penyelidikan tentang akhlak. Demikian juga, Ikhwan Ash-Shafa dalam risalah-risalahnya dan Ibnu Sina (370-428 H).
3.      Pada ke-5, Ibnu Maskawaih (w. 421 H) menulis kitab Tahdzih Al-Akhlaq wa Tath-hir Al-Alaq dan Adab Al-Arab wa Al-Furs. Kitab ini merupakan uraian suatu aliran akhlak yang sebagian materinya berasal dari konsep-konsep akhlak dari Plato dan Aristoteles yang diramu dengan ajaran dan hukum Islam serta diperkaya dengan pengalaman hidup penulis dan situasi zamannya.
4.       Pada abad ke-6, Warram bin Ali al-Fawaris menulis kitab Tanbih Al-Khathir wa Nuzhah An-Nazhir.
5.      Pada abad ke-7 H, Syaikh Khawajah nashir Ath-Thusi menulis kitab Al-Akhlaq An-Nashiriyyah wa Al-Ashaf Asy-Syraf wa Adab Al-Muta’allimin.
Pada abad berikutnya sesudahny dikenal beberapa kitab, seperti Irsyad Ad-Dailami, Mashabih Al-Qulub karya Asy-Syairazi, Makarim Al-Akhlaq karya Hasan bin Amin Ad-Din, Al-Adab Ad-Diniyyah karya Amin Ad-Din Ath-Thabarsi, dan Bihar Al-Anwar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar