Jumat, 06 Januari 2017

BELAJAR DARI BAHAN-BAHAN DAPUR


BELAJAR DARI BAHAN-BAHAN DAPUR

By: Edi Purwanto*



Kata belajar sudah  tidak asing lagi di telinga kita. kata itu sering muncul dari orang tua kita ketika kita terlalu asyik dengan bermain-main atau terlalu malas. Kata itu juga terucap oleh guru kita yang bahkan kita dengar hampir setiap hari. Agama pun turut ambil peran dalam meberikan stimulus kepada kita untuk terus belajar. seperti halnya Allah menjelaskan dalam Al-Qur’an Surah Al-Alaq:
Hasil gambar untuk al alaq 1-5
ù
Artinya:  bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.(QS. Al Alaq 1-5).
Dari ayat tersebut sudah jelas terdapat kata اقرأ yang bersal dari kata قرأ yang memiliki arti membaca. Karena  اقرأ merupakan fiil Amar maka memiliki arti “bacalah” yaitu sebuah perintah. Jadi perintah pertama dalam ayat yang di turunkan pertama kali ini adalah membaca, yang mana membaca sangat identik dengan belajar. dari ayat tersebut kita juga dapat mengetahui bahwa hakikat dari belajar dapat memberikan pengetahuan terhadap apa yang sebelumnya kita tidak ketahui. Jika telah banyak pihak yang menganjurkan untuk belajar, maka belajar bisa dikatakan sesuatu yang sangat penting yang akan memberikan dampak positif bagi kita. Kemudian ketika kita sudah mengetahui pentingnya belajar, lantas apakah yang dimaksud dengan belajar, kemudian kapan kita harus belajar, bagaimana dan kepada siapa kita harus belajar.

Apa yang dimaksud dengan belajar?
Walaupun kata belajar sudah tak asing dalam kehidupan kita, namun banyak dari kita yang belum memahami makna dari belajar itu sendiri. Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia belajar diartikan sebagai sebagai sebuah usaha untuk memperoleh kepandaian atau ilmu. Dari pengertian tersebut dapat di pahami bahwa pengertian dari pada belajar meliputi dua aspek berikut ini:
1.         Adanya sebuah proses atau sebuah usaha
2.         Bertujuan untuk mendapatkan kepandaian atau ilmu
Dari beberapa aspek tersebut dapat disimpulkan bahwa segala sesuatu yang bisa menghasilkan sebuah pemahaman atau sebuah perubahan dari tidak bisa menjadi bisa atau dari tidak tahu menjadi tahu maka kegiatan tersebut dikatakan sebagai belajar.
Kapan dan dimana kita harus belajar?
Setelah kita mengetahui apa yang dimaksud dengan belajar maka tidak serta menghentikan pertanyaan seputar belajar. Muncullah pertanyaan baru tentang kapan dan dimana kita harus belajar. mengenai kapan waktu belajar yang sesungguhnya, penulis tidak bisa memberikan jawaban. Penulis hanya bisa mengutip sebuah hadits nabi sebagai berikut:
اطلبوا العلم من المهد الى اللحد
“tuntutlah ilmu dari sejak buaian sampai dengan masuk liang lahat
Maka selanjutnya penulis hanya bisa menyimpulkan bahwasanya waktu yang paling tepat untuk belajar ialah sepanjang masa. Tidak ada batasan kapan kita harus mengakhiri proses belajar kita selain kematian.


 Terkait dimana kita harus belajar, penulis juga tidak berani memberikan jawaban, penulis kembali akan mengutip hadits nabi seperti halnya di bawah ini:
اطلبوا العلم ولو في الصين
“Tuntutlah ilmu walau sampai ke negeri cina”
Dalam hadits ini penulis tidak menganjurkan dan juga tidak melarang pembaca untuk menuntut ilmu khusus di negara China. Disini penulis memahami dari hadits tersebut bahwa menuntut ilmu haruslah bersungguh-sungguh, dan menuntut ilmu itu dimana saja walaupun itu jauh dari tempat asal kita. Kalau kita berbicara mafkhum mukhalafah dari hadits nabi diatas maka menuntut ilmu sampai ke wilayah yang jauh dari negara asal kita merupakan anjuran, apalagi yang dekat dengan kita sudah barang tentu itu semua harus kita pelajari. Akhirnya penulis ingin menyampaikan bahwa menuntut ilmu itu harus dimana pun dan kapan pun.
Bagaimana dan kepada siapa kita harus belajar?
Untuk pertanyaan bagaimana kita belajar, jawaban penulis sangat singkat adalah dengan melihat dan mengamati sekitar kita. Hal itu penulis anjurkan karena selain murah juga bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja. Sedangkan kepada siapa kita harus belajar, penulis juga memberikan jawaban yang simpel yaitu kepada siapa saja. Tentunya penulis tidak membuat jawabannya sendiri, melainkan berdsarkan pemahamannya terhadap hadits nabi:
انظر ما قال ولا تنضر من قال
“Perhatikanlah apa yang dikatakan dan jangan melihat siapa yang mengatakan”


Untuk itu penulis akan memaparkan dalam tulisan ini mengenai belajar dari bahan-bahan dapur.
1.     Belajar dari wortel
Ketika wortel dimasukkan ke dalam air panas atau dengan kata lain wortel tersebut di rebus, mulanya wortel adalah sayuran yang keras. Namun ketika semakin lama direbus maka wortel tersebut akan semakin lunak. Dari wortel ini kita bisa belajar bahwasanya ada beberapa orang disekitarnya kita yang mulanya memiliki semangat yang tinggi, Namun setelah semakin banyak mendapat tekanan hidup yang tidak selalu mudah, tidak selalu indah, dan mungkin apa yang diinginkannya tidak selalu tercapai. Akhirnya orang-orang tersebut menjadi lemah dan tidak bersemangat setelah mendapat tekanan-tekan masalah kehidupan.
2.      Belajar dari telur
Awalnya isi dari telur sangatlah lunak dan lembut. Akan tetapi ketika telur direbus semakin lama dan semakin panas, isi telur yang lunak tadi berubah menjadi keras dari sebelumnya. Disini kadang kala kebanyakan orang juga bersifat seperti telur, pada awalnya sebelum memiliki tekanan-tekan kehidupan, mereka memiliki hati yang lembut, santun, ramah dan penuh keakraban. Namun setelah timbul masalah-masalah kehidupan. Meraka berubah menjadi saling curiga, kasar, tidak punya perasaan, keakraban hilang, kekeluargaan hilang, dan keharmonisan tak lagi terjaga.
3.      Belajar dari biji kopi
Mulanya biji kopi keras dan utuh. Akan tetapi setelah itu kopi di haluskan menjadi bubuk kopi. Tak cukup dijadikan bubuk kopi, bubuk kopi tersebut masih dimasukkan kedalam air dengan suhu yang begitu panas. Namun apa yang terjadi walaupun kopi mendapatkan perlakuan lebih kejam dibandingkan telur dan wortel. Akan tetapi kopi yang sudah menjadi bubuk tadi mampu merubah air mendidih menjadi seperti warnanya dan memberikan aroma yang sedap dalam air mendidih tersebut. Walaupun rasanya pahit tapi lihatlah berkat kopi, para security kantor bisa begadang semalam suntuk. Begitulah juga orang-orang disekitar kita kadang kala mereka mendapatkan masalah-masalah yang lebih berat dari pada orang yang lainnya. Seperti tak henti-hentinya mereka menerima tekanan-tekanan. Akan tetapi mereka tak pernah putus asa, mereka memberikan pengaruh kepada lingkungan meskipun mereka bukan siapa-siapa. Mereka memberikan ketenangan, keharmonisan, keakraban, dan semangat yang tinggi untuk mereka sendiri dan orang-orang disekitarnya. Mereka juga mampu belajar dari pengalaman serta mampu merubah lingkungan menjadi lebih indah.

Akhirnya disini penulis memberikan kesimpulan akhir dalam tulisan ini, apakah kita akan menjadi wortel yang lemah karena masalah, menjadi telur yang keras dan tanpa perasaan karena masalah, ataukah akan menjadi biji kopi yang semakin memberikan manfaat positif dengan semakin bertambahnya masalah. Waallahua’lam, penulis hanya manusia biasa yang tidak pernah luput dari salah dan dosa. Semoga kita semua dalam bimbingan-Nya.

* Penulis merupakan Mahasiswa Ahwalus Syakhsiyyah Fakultas Syari’ah IAIN Jember dan Anggota Perisai Diri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar