BELAJAR DARI BAHAN-BAHAN DAPUR
By: Edi Purwanto*
Kata belajar sudah
tidak asing lagi di telinga kita. kata itu sering muncul dari orang tua
kita ketika kita terlalu asyik dengan bermain-main atau terlalu malas. Kata itu
juga terucap oleh guru kita yang bahkan kita dengar hampir setiap hari. Agama
pun turut ambil peran dalam meberikan stimulus kepada kita untuk terus belajar. seperti halnya
Allah menjelaskan dalam Al-Qur’an Surah Al-Alaq:
ù
Artinya: bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.(QS. Al Alaq 1-5).
Dari ayat tersebut sudah jelas terdapat kata اقرأ yang bersal dari kata قرأ yang memiliki arti membaca. Karena اقرأ merupakan fiil Amar maka memiliki arti “bacalah” yaitu
sebuah perintah. Jadi perintah pertama dalam ayat yang di turunkan pertama kali
ini adalah membaca, yang mana membaca sangat identik dengan belajar. dari ayat
tersebut kita juga dapat mengetahui bahwa hakikat dari belajar dapat memberikan pengetahuan terhadap apa yang sebelumnya kita tidak ketahui. Jika telah banyak pihak yang
menganjurkan untuk belajar, maka belajar bisa dikatakan sesuatu yang sangat
penting yang akan memberikan dampak positif bagi kita. Kemudian ketika kita
sudah mengetahui pentingnya belajar, lantas apakah yang dimaksud dengan belajar, kemudian kapan kita harus belajar, bagaimana
dan kepada siapa kita harus belajar.
Apa yang dimaksud dengan belajar?
Walaupun kata belajar sudah tak asing dalam
kehidupan kita, namun banyak dari kita yang belum memahami makna dari belajar itu sendiri. Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia belajar diartikan sebagai sebagai sebuah
usaha untuk memperoleh kepandaian atau ilmu. Dari pengertian tersebut dapat di
pahami bahwa pengertian dari pada belajar meliputi dua aspek berikut ini:
1.
Adanya sebuah proses atau sebuah usaha
2.
Bertujuan untuk mendapatkan kepandaian atau ilmu
Dari beberapa aspek tersebut dapat disimpulkan
bahwa segala sesuatu yang bisa menghasilkan sebuah pemahaman atau sebuah perubahan dari tidak bisa menjadi
bisa atau dari tidak tahu menjadi tahu maka kegiatan tersebut dikatakan sebagai
belajar.
Kapan dan dimana kita harus belajar?
Setelah kita mengetahui apa yang dimaksud
dengan belajar maka tidak serta menghentikan pertanyaan seputar belajar.
Muncullah pertanyaan baru tentang kapan dan dimana kita harus belajar. mengenai
kapan waktu belajar yang sesungguhnya, penulis tidak bisa memberikan jawaban.
Penulis hanya bisa mengutip sebuah hadits nabi sebagai berikut:
اطلبوا العلم من المهد الى اللحد
“tuntutlah ilmu dari sejak buaian sampai
dengan masuk liang lahat”
Maka selanjutnya penulis hanya bisa
menyimpulkan bahwasanya waktu yang paling tepat untuk belajar ialah sepanjang
masa. Tidak ada batasan kapan kita harus mengakhiri proses belajar kita selain
kematian.
Terkait dimana kita harus belajar, penulis juga tidak
berani memberikan jawaban, penulis kembali akan mengutip hadits nabi seperti halnya di bawah ini:
اطلبوا العلم ولو في الصين
“Tuntutlah ilmu walau sampai ke negeri cina”
Dalam hadits ini penulis tidak menganjurkan
dan juga tidak melarang pembaca untuk menuntut ilmu khusus di negara China.
Disini penulis memahami dari hadits tersebut bahwa menuntut ilmu haruslah
bersungguh-sungguh, dan menuntut ilmu itu dimana saja walaupun itu jauh dari tempat asal kita. Kalau kita
berbicara mafkhum mukhalafah dari hadits nabi diatas maka menuntut ilmu sampai ke wilayah yang jauh dari negara asal kita merupakan anjuran,
apalagi yang dekat dengan kita sudah barang tentu itu semua harus kita
pelajari. Akhirnya penulis ingin menyampaikan bahwa menuntut ilmu itu harus
dimana pun dan kapan pun.
Bagaimana dan kepada siapa kita harus belajar?
Untuk pertanyaan bagaimana kita belajar,
jawaban penulis sangat singkat adalah dengan melihat dan mengamati sekitar
kita. Hal itu penulis anjurkan karena selain murah juga bisa dilakukan kapan
saja dan dimana saja. Sedangkan kepada siapa kita harus belajar, penulis juga
memberikan jawaban yang simpel yaitu kepada siapa saja. Tentunya penulis tidak
membuat jawabannya sendiri, melainkan berdsarkan pemahamannya terhadap hadits
nabi:
انظر ما قال ولا تنضر من قال
“Perhatikanlah apa yang dikatakan dan jangan
melihat siapa yang mengatakan”
Untuk itu penulis akan memaparkan dalam
tulisan ini mengenai belajar dari bahan-bahan dapur.
1. Belajar dari
wortel
Ketika wortel dimasukkan ke dalam air panas
atau dengan kata lain wortel tersebut di rebus, mulanya wortel adalah sayuran
yang keras. Namun ketika semakin lama direbus maka wortel tersebut akan semakin
lunak. Dari wortel ini kita bisa belajar bahwasanya ada beberapa orang
disekitarnya kita yang mulanya memiliki semangat yang tinggi, Namun setelah
semakin banyak mendapat tekanan hidup yang tidak selalu mudah, tidak selalu
indah, dan mungkin apa yang diinginkannya tidak selalu tercapai. Akhirnya
orang-orang tersebut menjadi lemah dan tidak bersemangat setelah mendapat
tekanan-tekan masalah kehidupan.
2. Belajar dari
telur
Awalnya isi dari telur sangatlah lunak dan
lembut. Akan tetapi ketika telur direbus semakin lama dan semakin panas, isi
telur yang lunak tadi berubah menjadi keras dari sebelumnya. Disini kadang kala
kebanyakan orang juga bersifat seperti telur, pada awalnya sebelum memiliki
tekanan-tekan kehidupan, mereka memiliki hati yang lembut, santun, ramah dan
penuh keakraban. Namun setelah timbul masalah-masalah kehidupan. Meraka berubah
menjadi saling curiga, kasar, tidak punya perasaan, keakraban hilang,
kekeluargaan hilang, dan keharmonisan tak lagi terjaga.
3. Belajar dari
biji kopi
Mulanya biji kopi keras dan utuh. Akan tetapi
setelah itu kopi di haluskan menjadi bubuk kopi. Tak cukup dijadikan bubuk
kopi, bubuk kopi tersebut masih dimasukkan kedalam air dengan suhu yang begitu
panas. Namun apa yang terjadi walaupun kopi mendapatkan perlakuan lebih kejam
dibandingkan telur dan wortel. Akan tetapi kopi yang sudah menjadi bubuk tadi
mampu merubah air mendidih menjadi seperti warnanya dan memberikan aroma yang
sedap dalam air mendidih tersebut. Walaupun rasanya pahit tapi lihatlah berkat
kopi, para security kantor bisa begadang semalam suntuk. Begitulah juga
orang-orang disekitar kita kadang kala mereka mendapatkan masalah-masalah yang
lebih berat dari pada orang yang lainnya. Seperti tak henti-hentinya mereka
menerima tekanan-tekanan. Akan tetapi mereka tak pernah putus asa, mereka
memberikan pengaruh kepada lingkungan meskipun mereka bukan siapa-siapa. Mereka
memberikan ketenangan, keharmonisan, keakraban, dan semangat yang tinggi untuk
mereka sendiri dan orang-orang disekitarnya. Mereka juga mampu belajar dari
pengalaman serta mampu merubah lingkungan menjadi lebih indah.
Akhirnya disini penulis memberikan kesimpulan
akhir dalam tulisan ini, apakah kita akan menjadi wortel yang lemah karena masalah,
menjadi telur yang keras dan tanpa perasaan karena masalah, ataukah akan
menjadi biji kopi yang semakin memberikan manfaat positif dengan semakin
bertambahnya masalah. Waallahua’lam, penulis hanya manusia biasa yang tidak
pernah luput dari salah dan dosa. Semoga kita semua dalam bimbingan-Nya.
* Penulis merupakan Mahasiswa Ahwalus
Syakhsiyyah Fakultas Syari’ah IAIN Jember dan Anggota Perisai Diri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar