Selasa, 02 Juni 2015

PILKADA LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG

MAKALAH
PILKADA LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG
Dipresentasikan dalam Mata Kuliah
PENGANTAR TATA HUKUM INDONESIA
Dosen Pembibing: H. Nur Solikin, S.Ag., M.H




Disusun Oleh kelompok 5
Abdul Ghofar                         (083131032)
M. Iwan Siswanto                   (083131029)
Nur Halim                               (083131028)
Dyah Rosyita Dwi W             (083131031)
Putri Rahayu                           (083131030)



JURUSAN SYARI’AH
 PRODI AL- AHWAL ASY- SYAHSIYYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER
TAHUN 2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sejak juni 2005 bangsa Indonesia memasuki babak baru berkaiatan dengan penyenggelaraan tata pemerintahahn di tingkat lokal. Kepala daerah, baik Bupati/ Walikota maupun Gubernur yang sebelumnya dipilih secara tidak langsung oleh DPRD, sejak Juni 2005 dipilih secara langsung oleh rakyat  melalui proses pemilihan kepala Daerah yang sering disingkat dengan Pilkada langsung.
Pemilihan Kepala Daerah dan Wakilnya secara langsung diatur dalam undang-undang nomor 32 tahun 2004 tantang pemerintah daerah, Tatacara pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, Pemberhentian Kepala daerah dan wakilnya. Pilihan terhadap sistem kepala daerah secara langsung merupakan koreksi atas pilkada terdahulu yang menggunakan sistem perwakilan oleh DPRD. Digunakannya sistem pemilihan langsung menunjukkan perkembangan penataan format demokrasi daerah yang berkembang dalam kerangka liberalisasi politik. Tentu saja, dipilihnya sistem pilkada langsung mendatangkan optisme dan pesimisme tersendiri.
Pilkada langsung dinilai sebagai perwujudan pengendalian hak-hak dasar masyarakatn di daerah dengan memberikan kewenangan yang utuh dalam rangka rekrutmen pimpinan daerah sehingga medinamisir kehidupan demokrasi ditingkat lokal. Keberhasilan pilkada langsung untuk melahirkan kepemimpinan daerah yang demokratis, sesuai kehendak dan tuntutan rakyat sangat terkandug pada kritisisme dan rasionalitas rakyat tersindiri. Pilkada langsung tentu menimbulkan banyak problem, implikasi polotik dan dampak sosial ekonomi baik yang menguntungkan atau tidak. Banyak wacana-wacana yang muncul mengkritik tentang pilkada langsung, tetapi ada juga wacana yang memberi penjelasan tentang dampak pilkada dan proses penciptaan pemerintahaan yang responsiv dan implikasi-implikasi sosial politik.
B.     Rumusan Masalah
Adapaun yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut :
1.      Apa pengertian Pilkada?
2.      Apa pengertian Pilkada langsung dan tidak langsung?
3.      Bagaimana tata cara dan mekanisasi Pilkada langsung dan Tidak Langsung?
4.      Apa keuntungan diadakannya Pilkada langsung dan Tidak Langsung?
5.      Apa dampak  Pilkada Langsung dan Pilkada Tidak Langsung?













BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Pilkada
Pemilu kepala daerah dan wakil kepala daerah yang selanjutnya disebut Pemilukada adalah pemilu untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.Pemilukada meliputi :
1. Pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur;
2. Pemilu Bupati dan Wakil Bupati;
3. Pemilu Walikota dan Wakil Walikota.[1]
B.     Pilkada Langsung
1. Pengertian Pilkada Langsung
Pilkada langsung adalah para pemilih melakukan pemilihan orang atau kontestan (peserta) yang disukai.[2]Menurut Pasal 18 Ayat (3) bahwa pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.[3]
Pada era orde baru dibawah pimpinan Prsiden Soeharto dianggap gagal dalam menyelenggarakan pemeritahan dan pembangunan disebabkan maraknya penyalahgunaan kewenangan atau kekuasaan, sistem pemerintahan yang otoritarian dan sentralistik, monopolistic, tidak efektif dan efesien serta tumbuh suburnya KKN. Namun juga tidak dipungkiri elama 32 tahun berkuasa setidak-tidaknya juga telah melakukan pondasi bagi pembangunan di Indonesia. Pilkada tidak langsung di masa orde baru, dilaksanakan erdasarkan UU No 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah.[4]
Di era orde baru kewenangan / kekuasaan lebih dominan ditangan eksekutif, khususnya pemerintah pusat. Demikian juga dalam hal memilih Kepala Daerah justru calon ditetapakan pleh Mentri Dalam Negeri bagi Kepala Daerah Tingkat I dan Kepala Daerah Tingkat II. Calon-calon tersebut disampaikan kepada DPRD yang bersagkutan untuk dipilih dan diajukan kepada Presiden atau Mentri Dalam Negeri sedikit-dikitnya dua orang untuk kdiangkat salah seorang diantaranya: Para calon Kepala Daerah tersebut adalah Pegawai Negeri yang memenuhi syarat, bahkan sudah menjadi rahasia umum untuk jabatan Kepala Daerah dimaksud sudah dibagi-bagi, misalnya daerah A jatah untuk ABRI, daerah B untuk pejabat sipil. Sehingga walaupun pemilihan dilakukan oleh wakil rakyat banyak yang berpendapat pemilihan tersebut adalah pemilihan semu atau ada juga yang berpendapat bagaikan memilih kucing di dalam karung.
2.      Tata Cara dan Mekanisme Pilkada Langsung
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-­Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian.[5]
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, Tahapan Pilkada secara langsung dibagi menjadi 2 (dua) tahap yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan.
1.      Tahap Persiapan, meliputi :
a.       Pemberitahuan DPRD kepada KDH dan KPUD mengenai berakhirnya masa jabatan Kepala Daerah.
b.      Dengan adanya pemberitahuan dimaksud KDH berkewajiban untuk menyampaikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada pemerintah dan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD.
c.       KPUD dengan pemberitahuan dimaksud menetapkan rencana penyelenggaraan Pemilihan KDH dan WKDH yang meliputi penetapan tatacara dan jadwal tahapan PILKADA, membentuk Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan Kelompok Penyelenggara pemungutan Suara (KPPS) serta pemberitahuan dan pendaftaran pemantau.
d.      DPRD membentuk Panitia pengawas Pemilihan yang unsurnya terdiri dari Kepolisian, Kejaksaan, perguruan Tinggi, Pers dan  Tokoh masyarakat.
2.      Tahap pelaksanaan meliputi:[6]
a.       Penetapan daftar pemilih
b.      Pengumuman pendaftaran dan penetapan pasangan calon
c.       Kampanye
d.      Pengaturan Suara dan Penghitungan Suara
e.       Penetapan pasangan Calon
f.       Pengesahan dan Pelantikan
3.      Keuntungan Diadakannya Pilkada Langgsung
Keuntungan diadakannya Pilkada Langsung  yang sudah mulai dilaksanakan semenjak tahun 2005 lalu, diantaranya adalah:
a.       Pilkada langsung memungkinkan proses yang lebih partisipatif berbanding pemilihan yang sebelumnya dilaksanakan secara tidak langsung melalui wakilnya di DPRD.[7] Keinginan rakyat tentunya dan barangkali pula berbeda dengan keinginan dari anggota DPRD yang diwakili dari berbagai macam partai politik.
b.      Proses partisipasi rakyat secara luas memungkinkan terjadinya kontrak sosial antara kandidat (calon), Partai Politik (Gabungan Partai Politik) dan pemilih (konstituen).  
c.       Proses Pilkada langsung memberikan ruang dan pilihan yang terbuka bagi rakyat di daerah untuk menentukan calon pemimpin mereka yang lebih memiliki integritas dan kapabilitas terlebih lagi memiliki legitimasi yang kuat di mata rakyatnya.
4.      Dampak  Diadakannya Pilkada Langsung.
a.       Menghabiskan dana baik dana pemerintah (baca uang rakyat) maupun dana yang dikeluarkan secara pribadi maupun kelompok dari para calon pemimpin.
b.      Kecenderungan dapat menimbulkan konflik.
c.       Kecenderungan dapat dipengaruhi oleh “money politic” , pencitraan, penampilan atau elektabilitas berdasarkan popularitas ataupun penggiringan opini.
Sistem pemilihan langsung berdasarkan popularitas bahkan dapat menjadikan Stubbs (seekor kucing), menjadi Walikota Talkeetna, sebuah kota kecil di Alaska, Amerika Serikat.[8]
d.      Membahayakan stabilitas negara seperti tersusup sosok pemimpin yang diinginkan oleh pihak asing.
C.      Pilkada Bertingkat (Tidak Langsung)
1.      Pengertian Pilkada Bertigkat
Waktu sekolah dasar dulu, guru pernah menjelaskan apa itu demokrasi yang berasal dari bahasa Yunani. Dasar katanya adalah demoas bermakna rakyat dan cratein yang berarti kedaulatan atau kekuasaan. Jadi demokrasi itu adalah kedaulatan rakyat. Presiden Amerika Serikat Abraham Linclon menyatakan bahwa demokrasi adalah pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat.[9]
Maknanya rakyatlah yang menentukan. Bukan sekelompok orang yang merasa diri hebat dan serba tahu yang disebut elit. Siapa pun orang itu, pun bila ia telah dipilih rakyat. Rakyat berhak menentukan apa saja yang sangat menentukan bagi hidupnya. Salah satu yang menentukan itu adalah pemimpin atau penguasa yang bertugas untuk mengusahakan dan menjaga, serta memajukan kehidupan rakyat yang sejahtera.
Bila hak rakyat yang memegang kedaukatan untuk menentukan pemimpin diambil alih oleh orang yang dipilih rakyat, ini berarti telah terjadi perampokan hak dan kedaulatan rakyat. Itu maknanya demokrasi telah mati.
Pilkada bertingkat (tidak langsung) yaitu para pemilih melakukan pemilihan orang-orang untuk menjadi anggota suatu lembaga kenegaraan yang mempunyai wewenang untuk memilih orang yang  akan menjadi pejabat negara tersebut. Contoh cara seperti ini pemilihan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia yang dilakukan oleh MPR sebelum Amandemen UUD 1945.[10]
Pemilihan Kepala Daerah dan Wakilnya melalui DPRD oleh sebagian menilai sistem ini justru bisa lebih meminimalisir terjadinya praktik suap dan korupsi. Pemilihan Kepala Daerah dan Wakilnya oleh anggota DPRD pernah dilakukan ketika undang-undang pemerintahan daerah masih menggunakan UU No. 22/1999. Model pemilihan ini relatif lebih hemat dan efisien dari sisi biaya dibandingkan dengan sistem pemilihan langsung seperti digunakan saat ini, namun kurang melibatkan partisipasi masyarakat secara luas dalam menentukan pemimpinnya sehingga menjadi kurang demokratis dibandingkan jika dipilih langsung. Selain sangat terbuka kemungkinan terjadinya praktik dagang sapi (money politic) oleh anggota DPRD.
2.    Tata Cara dan Mekanisme Pilkada Tidak Langsung
Mekanisme Pilkada tidak langsung ini melalui DPRD tidak dipilih langsung oleh rakyat. Pemilihan diselenggarakan melalui dua tahapan,yaitu:
    1. Tahapan Persiapan
Tahapan Persiapan meliputi :
a.       Penyusunan program, kegiatan, dan jadwal Pemilihan
b.      Pengumuman pendaftaran bakal calon gubernur/wakil gubernur dan bakal calon bupati/wakil bupati dan bakal calon walikota/wakil walikota
c.       Pendaftaran bakal calon gubernur/wakil gubernur dan bakal calon bupati/wakil bupati dan bakal calon walikota/wakil walikota;
d.      Penelitian persyaratan administratif bakal calon gubernur/wakil gubernur dan bakal calon bupati/wakil bupati dan bakal calon walikota/wakil walikota; dan uji publik.

    1. Tahapan pelaksanaan
a.       Penyampaian visi dan misi
b.      Pemungutan dan penghitungan suara;
c.       Penetapan hasil pemilihan; dan
d.      Penyelesaian pelanggaran hukum.

3.    Keuntungan Diadakan Pilkada Tidak Langsung
a.       Meningkatkan kemungkinan terpilihnya kepala daerah yang memiliki kompetensi dan rekam jejak yang baik (tidak sekedar memiliki popularitas akibat pencitraan semu).
b.      Meningkatkan kemungkinan terpilihnya kepala daerah yang memiliki program serta rencana pembangunan yang jelas untuk daerahnya (karena setiap calon kepala daerah harus melakukan presentasi visi, misi dan program di DPRD, dan menerima pertanyaan dari anggota DPRD dalam sidang terbuka).
c.       Meningkatkan kemungkinan terpilihnya kepala daerah berkompeten yang tidak memiliki modal besar (karena biaya kampanye seperti membentuk relawan, mencetak spanduk dan alat peraga lainnya menjadi tidak diperlukan).
d.      Mengurangi resiko terpilihnya kepala daerah hasil manipulasi hasil pemungutan suara (seperti penggunaan daftar pemilih palsu, perubahan hasil rekapitulasi suara dan kecurangan penghitungan suara lainnya).
e.       Mengurangi jumlah kasus korupsi anggaran daerah oleh kepala daerah (untuk mengembalikan biaya kampanye saat pilkada yang berasal dari modal pribadi).
f.       Menghapus kemungkinan terjadinya politik uang / money politics untuk meningkatkan elektabilitas di masyarakat (termasuk pembuatan kebijakan-kebijakan populis serta penyalahgunaan aparatur sipil negara menjelang pelaksanaan Pemilukada).
g.      Menghemat uang rakyat yang sebelumnya digunakan untuk penyelenggaraan Pemilukada sebesar Rp. 20 s/d Rp. 30 miliar untuk Pemilukada tingkat Kabupaten/Kota dan Rp. 100 miliar untuk Pemilukada tingkat Provinsi (uang ini dapat dialihkan untuk pembangunan infrastruktur).
h.      Meningkatkan peran anggota DPRD dalam mewakili aspirasi rakyat (sehingga semakin banyak anggota masyarakat yang mengetahui, mengenal dan menjalin komunikasi dengan anggota DPRD mereka).
4.      Dampak Negatif Pilkada Tidak Langsung.
Sedikitnya ada tiga dampak besar pemilihan kepala daerah secara langsung yang membuat banyak pihak prihatin. Ketiga dampak tersebut diantaranya adalah:[11]
a.       Penggunaan uang yang semakin marak dari waktu ke waktu untuk membeli suara konstituen,
b.      Tidak adanya jaminan pasangan calon terbaik akan menang,
c.       Akibat biaya kampanye yang besar maka hasil pilkada sulit dipisahkan dari perilaku koruptif kepala daerah terpilih.
Menurut Guru Besar Institut Ilmu Pemerintahan yang juga mantan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Ryaas Rasyid, tiga dampak besar pilkada langsung itu secara kumulatif akan secara otomatis mematikan ekspektasi publik akn hadirnya pemerintahan yang baik di Indonesia.
Dia mencontohkan dampak besarnya biaya kampanye yang kemudian mengakibatkan kepala daerah sulit lepas dari perilaku koruptif tergambar jelas dalam data terakhir yang dilansir Kementerian Dalam Negeri, bahwa ada 160 kepala daerah yang telah dan akan dibawa ke pengadilan.
5.      Dampak Positif Pilkada Tidak Langsung
Setelah kami mengamati dan membahas tentang dampak positif yang keluar dari pilkada tidak langsung, kami menemukan beberapa dampak positif sangat dominan diantaranya adalah:[12]
a.       Menghemat pengeluaran biaya negara yang mecapai trilyunan rupiah karena setiap kali pilkada, negara mensubsidi biaya yang tak sedikit.
b.      Menghindari sengketa Pilkada yang menelan korban jiwa dan selalu berakhir di Mahkamah Konstitusi.
c.       Mengehamat biaya peradilan dan pengerahan aparatur negara untuk kegiatan pengamanan Pilkada.
d.      Menghemat biaya operasional seperti biaya cetak kertas suara, pembuatan kotak suara, dan transportasi distribusi kotak suara.











BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pilkada langsung adalah para pemilih melakukan pemilihan orang atau kontestan (peserta) yang disukai. Menurut Pasal 18 Ayat (3) bahwa pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
Pilkada bertingkat (tidak langsung) yaitu para pemilih melakukan pemilihan orang-orang untuk menjadi anggota suatu lembaga kenegaraan yang mempunyai wewenang untuk memilih orang yang  akan menjadi pejabat negara tersebut. Contoh cara seperti ini pemilihan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia yang dilakukan oleh MPR sebelum Amandemen UUD 1945.
Dari sekian pembahasan yang telah diulas diatas banyak yang berpendapat bahwa pilkada langsung itu berpihak langsung kepada suara rakyat sedangkan pilkada tidak langsung berpihak pada pemerintah atau golongan atas. Dan dari kekurangan dan kelebihan pilkada tersebut para pemerintah menetapkan bahwa pilkada langsung itu lebih baik daripada pilkada tidak langsung. Walaupun banyak anggaran yang di gunakan untuk pilkada langsung.
B.     Penutup
Demikianlah makalah tentang “Pilkada Langsung dan Pilkada Tidak Langsung yang dapat kami sampaikan. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat kami harapkan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya. Amin.

Daftar Pustaka


Anshary, A Hafidz Az,dkk. 2010. Buku Panduan KPPS Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Jakarta: Australian Elekctrolar.
Handoyo, Hestu Cipto. 2003.  Hukum Tata Negara, Kewarganegaraan dan Hak Asasi Manusia. Yogyakarta: Andi Offset.
Huda, Nikmatul. 2005. Hukum Tata Negara Indonesia. jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Yanto, Sigit Sumarhaen. 2014.Pilkada Langsung Dan Tidak Langsung”, www.forumtjk.blogspot.com/2011/05/.html.
Tutik, Titik Triwulan. 2010.  Kontruksi Hukum Tata Negara Indonesia Paska Amandemen Undang-Undang 1945. Jakarta: Prenada Media Group.
Edwin, Donni.dkk. 2005. Pilkada Langsung Demokratisasi Daerah dan Mitos Good Governance. Jakarta: Departemen Ilmu Politik Universitas Indonesia.
Kristanti, Elin Yunita. 2014.“Kucing Yang Menjadi Walikota Di Alaska Dianiaya”, www.news.liputan6.com/read/684126.html.
Putra, Nusa. 2014 “Pilkada TidakLangsung: Matinya Demokrasi”, www.paknusa.blogspot.com/2014/09/pilkada-tidak-langsung-matinya-demokrasi.html.
Kusumaputra , Robert Adhi. 2014. “Tiga Dampak Negatif Pilkada Langsung”, http://nasional.kompas.com/read/2011/08/24/14261156/Tiga.Dampak.Negatif.Pilkada.Langsung.html.
Idris, Muhammad. 2014. “Keuntungan Pilkada Langsung dan Tidak Langsung”, http://politik.kompasiana.com/2014/09/15/ 688045.html.





[1]A. Hafiz Anshary Az,dkk.Buku Panduan KPPS Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Jakarta: Australian Elekctrolar, 2010), 1.
[2] Hestu Cipto Handoyo, Hukum Tata Negara, Kewarganegaraan dan Hak Asasi Manusia (Yogyakarta: Andi Offset, 2003), 209.
[3] Nikmatul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia,(jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005), 300.
[4] Sigit Sumarhaen Yanto, “Pilkada Langsung Dan Tidak Langsung”,www.forumtjk.blogspot.com/2011/05/.html (04 Nopember 2014).
[5] Titik Triwulan Tutik,  Kontruksi Hukum Tata Negara Indonesia Paska Amandemen Undang-Undang 1945 (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), 377.
[6] Ibid., 378.
[7] Donni Edwin,dkk, Pilkada Langsung Demokratisasi Daerah dan Mitos Good Governance (Jakarta:Partnership for Governance Reform in Indonesia  dengan Pusat Kajian Politik,Departemen Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005),1.
[8] Elin Yunita Kristanti, “Kucing Yang Menjadi Walikota Di Alaska Dianiaya”, www.news.liputan6.com/read/684126.html  (03 Nopember 2014)
[9] Nusa Putra, “Pilkada TidakLangsung: Matinya Demokrasi”, www.paknusa.blogspot.com/2014/09/pilkada-tidak-langsung-matinya-demokrasi.html (4 Nopember 2014).
[10] Hestu Cipto Handoyo, Hukum Tata Negara, Kewarganegaeaan dan Hak Asasi Manusia, (Yogyakarta: Andi Offset, 2003), 209.
[11] Robert Adhi Kusumaputra, “Tiga Dampak Negatif Pilkada Langsung”, http://nasional.kompas.com/read/2011/08/24/14261156/Tiga.Dampak.Negatif.Pilkada.Langsung.html (02 Nopember 2014)
[12] Muhammad Idris, “Keuntungan Pilkada Langsung dan Tidak Langsung”, http://politik.kompasiana.com/2014/09/15/ 688045.html (04 Nopember 2014).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar