Selasa, 02 Juni 2015

KEDUDUKAN PRESIDEN di MATA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT (DPR)

MAKALAH
KEDUDUKAN PRESIDEN di MATA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT (DPR)
Disusun untuk memenuhi tugas Pengantar Tata Hukum Indonesia yang dibimbing oleh Bapak H. Nur Solikin, S. Ag., M.H.


Oleh:
Kelompok 2
Nouval Hidayatullah               083131010
Lutvi Yuniarti                         083131006
Himmatul Ulfiah                     083131012
Chairul Anwar                                    083131007
Moh. Sofyan Murdani                        083131011



INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) JEMBER
PROGRAM STUDI AL-AKHWAL AS-SYAKHSYIYAH
JURUSAN SYARIAH


KATA PENGANTAR

Puji syukur sepatutnya kita persembahkan kepada Allah SWT. karena Dia-lah yang telah menurunkan agama Islam, dan menciptakan alam raya serta akal pikiran, panca indra dan hati nurani bagi manusia dan berkat rahmat dan taufiq serta hidayah-Nya, makalah tentang Kedudukan Presiden di Mata Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ini dapat terselesaikan untuk memberikan sedikit manfaat bagi kita semua.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda nabi kita tercinta Muhammad SAW. Sebagai Rasul yang mendapatkan mukjizat yaitu Al-Qur’an yang menjadi pedoman bagi kita semua sebagai ummat Islam.
Akhirnya, kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak mengandung kekurangan dan kelemahan. ‘Tak ada gading yang tak retak, Tak ada manusia yang sempurna”. Oleh karena itu, saran, masukan dan kritik yang membangun akan kami perhatikan dengan sebaik-baiknya sebagai pembelajaran untuk kesempurnaan makalah kami. Dan semoga makalah ini bermanfaat bagi pembacanya. Amin








Jember , 04 November2014

Penulis




DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR..................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1  Latar Belakang............................................................................... 1
1.2  Rumusan Masalah........................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................ 3
2.1  Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).................................................. 3
2.2  Presiden dan Wakil Presiden.......................................................... 5
2.3  Kedudukan Presiden di Mata DPR................................................ 7
BAB III PENUTUP ........................................................................................  9
3.1 Kesimpulan..................................................................................... 9
3.2 Saran............................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 11












BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
            Indonesia merupakan sebuah negara demokrasi, dimana rakyat mempunyai hak suara untuk menentukan siapa yang berhak untuk menjadi pejabat negara ataupun Pemerintah Negara. termasuk Presiden dan Wakil Presiden, DPR, dan pejabat negara yang lainnya. Oleh karena itu, orang-orang yang dipilih oleh rakyat, memiliki amanah dan tanggung jawab atas hak dan kewajiban.
            Dalam tata negara Indonesia, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menurut Pasal 2 Undang-undang 1945, tentang keanggotaannya terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang dipilih melalui pemilihan umum. Tugas dan wewenang MPR telah diatur oleh Undang-undang di dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 2003 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD.
            Namun sering kali di dalam suatu pemerintahan terjadi persengketaan antara Presiden dan DPR, hal tersebut dikarenakan suatu disorientasi di dalam mengambil kebijakan, di mana kebijakan DPR bertolak belakang dengan kebijakan yang diambil oleh pemimpin negara dalam hal ini Presiden.
            Dalam menyikapi banyak hal yang terjadi saat ini dalam tata negara Indonesia, khususnya dalam  sistem birokrasi antara Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) banyak menuai masalah. Hal ini disebabkan oleh kinerja pemimpin negara yang terbatas oleh Undang-undang. Serta DPR yang juga mempunyai hak politik di dalam pemerintahan Indonesia.
            Oleh karena hal tersebut, kami di sini akan membahas bagaimana kedudukan seorang Presiden di mata DPR, serta bagaimana kinerja seorang Presiden di dalam suatu pemerintahan. Terlepas dari hal tersebut, kekuasaan DPR juga tak luput untuk kami uraikan dalam makalah kami.
B.       Rumusan Masalah
          Dalam makalah kami, rumusan masalah yang akan kami bahas ialah:
a.  Apa yang dimaksud dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)?
b. Apa yang dimaksud dengan seorang Presiden?
c.  Bagaimana kedudukan seorang Presiden di mata DPR?



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
            Keanggotaan DPR oleh seseorang diperoleh sebagai hasil pemilihan umum. Pelaksanaannya dilakukan secara langsung. Artinya, rakyat yang berhak memilih memberikan suaranya dalam pemilihan untuk hal itu secara langsung kepada seseorang yang telah dicalonkan menjadi anggota DPR. Para anggota DPR bersama-sama anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) merupakan anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
            DPR sebagai lembaga legislatif menurut Pasal 26 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut:
a)      Membentuk Undang-Undang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.
b)      Membahas dan memberikan persetujuan Peraturan Pemerintahan Pengganti Undang-Undang.
c)      Menerima dan membahas usulan Rancangan Undang –Undang yang diajukan DPD.
d)     Memperhatikan pertimbangan DPD atas:
1.      Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN)
2.      Rancangan Undang-Undang Pajak Pendidikan, dan Agama.
e)      Menetapkan APBN bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD.
f)       Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, APBN, dan kebijaksanaan pemerintah.
g)      Membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang diajukan oleh DPD terhadap:
1.      Pelaksanaan Undang-Undang Otonomi Daerah
2.      Pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah
3.      Hubungan pusat dan daerah
4.      Sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya
5.      Pelaksanaan APBN, Pajak, Pendidikan, dan Agama.
h)      Memilih anggota Badan Pemeriksa Keuangan dengan memperhatikan pertimbangan DPD.
i)        Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pertanggungjawaban keuangan negara.
j)        Memberikan persetujuan kepada presiden atas pengangkatan dan pemberhentian anggota Komisi Yudikatif.
k)      Memberikan persetujuan calon hakim agung yang diusulkan Komisi Yudikatif untuk ditetapkan sebagai hakim agung oleh presiden
l)        Memilih tiga calon anggota hakim konstitusi dan mengajukannya kepada presiden untuk ditetapkan.
m)    Memberikan pertimbangan kepada presiden untuk mengangkat duta, menerima penempatan duta negara lain, memberikan pertimbangan dalam pemberian amnesti dan abolisi.
n)      Memberikan persetujuan kepada presiden untuk menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain.
o)      Menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat.
Sementara itu, hak dan kewajiban DPR terdiri atas:[1]
a.       DPR mempunyai hak:
1.      Interpelasi
2.      Angket
3.      Menyatakan pendapat
b.      Anggota DPR mempunyai hak:
1.      Mengajukan rancangan undang-undang (RUU)
2.      Mengajukan pertanyaan
3.      Menyampaikan usulan dan pendapat
4.      Memilih dan dipilih
5.      Membela diri
6.      Imunitas
c.       Anggota DPR mempunyai kewajiban:[2]
1.      Mengamalkan pancasila
2.      Melaksanakan UUD 1945
3.      Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan
4.      Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan negara
5.      Memperhatikan usaha peningkatan kesejahteraan rakyat
6.      Menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat
7.      Mendahulukan kepentingan negara diatas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan.
B.     Presiden dan Wakil Presiden
Hasil perubahan UUD 1945 yang berkaitan langsung dengan kekuasaan Presiden dan Wakil Presiden adalah pembatasan kekuasaan Presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 7 (lama), yang berbunyi “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali”. Penegasan didalam Pasal 7 dipandang terlalu fleksibel untuk ditafsirkan. Bahkan Soeharto pernah mengatakan, tentang berapa kali seseorang dapat menjabat Presiden sangatlah bergantung pada MPR. Jadi tidak perlu dibatasi, asal masih dipilih oleh MPR, ia dapat terus menjabat Presiden dan atau Wakil Presiden. Dan Soehartolah yang telah menikmati kebebasan jabatan itu karena ia sendiri yang membuat tafsir atas UUD, MPR tinggal meng’amini’nya. Kemudian, Pasal 7 diubah, yang bunyinya menjadi: “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan”. Perubahan pasal ini dipandang sebagai langkah yang tepat untuk mengakhiri perdebatan tentang periodisasi jabatan Presiden dan Wakil Presiden.
Aspek pertimbangan kekuasaan hubungan antara Presiden dan DPR, Presiden dan Mahkamah Agung tampak dalam perubahan Pasal 13 dan 14. Perubahan pada pasal-pasal ini dapat dikatakan sebagai pengurangan atas kekuasaan Presiden yang selama ini dipandang sebagai hak prerogratif. Perubahan pasal 13 berbunyi sebagai berikut:[3]
1.      Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
2.      Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
Sebelum ada perubahan, Presiden sebagai kepala negara mempunyai wewenang untuk menentukan sendiri duta dan konsul serta menerima duta negara lain. Mengingat pentingnya hal tersebut, Presiden dalam mengangkat dan menerima duta besar, sebaiknya diberi pertimbangan oleh DPR. Adanya pertimbangan dari Dewan Perwakilan Rakyat pada ayat (1), ini penting dalam rangka menjaga obyektivitas terhadap kemampuan dan kecakapan seseorang pada jabatan tersebut. Adanya pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat pada ayat (2), dipandang sangat tepat karena hal ini penting bagi akurasi informasi untuk kepentingan hubungan baik antara kedua negara dan bangsa.
Perubahan Pasal 14 berbunyi sebagai berikut:
1.      Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.
2.      Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
Alasan perlunya Presiden memperhatikan pertimbangan dari Mahkamah Agung dalam pemberian grasi dan rehabilitasi adalah pertama, grasi dan rehabilitasi itu adalah proses yustisial dan biasanya diberikan kepada orang yang sudah mengalami proses politik. Kedua, grasi dan rehabilitasi itu lebih banyak bersifat perorangan, sedangkan amnesti dan abolisi biasanya bersifat massal.[4] Mahkamah Agung (MA) sebagai peradilan tertinggi adalah lembaga negara paling tepat memberikan petimbangan kepada Presiden mengenai hal itu karena grasi menyangkut putusan hakim sedangkan rehabilitasi tidak selalu terkait dengan putusan hakim.
Sementara itu, DPR memberikan pertimbangan dalam hal pemberian amnesti dan abolisi karena didasarkan pada pertmbangan politik. DPR adalah badan politik, sedangkan yang diperlukan adalah pertimbangan hukum. Pertimbangan politik, kemanusiaan, sosial, dan lain-lain, merupakan isi dari hak prerogratif. Hal yang diperlukan adalah pertimbangan hukum untuk memberi dasar yuridis pertimbangan Presiden.[5]
C.    KedudukanPresiden di Mata DPR
Selama masa jabatan berjalan, Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan oleh MPR atau atas usul DPR. Alasan pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah:
a.       Terbukti melakukan pelanggaran hukum dalam penghianatan kepada negara, korupsi, penyuapan, dan tindak pidana berat lainnya
b.      Melakukan perbuatan tercela
c.       Terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan Wakil Presiden
Kalau usul pemberhentian Presiden dan Wakil Presiden dilakukan oleh DPR, lebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan pendapat DPR itu. Apabila Presiden dan Wakil Presiden dinyatakan bersalah, maka dalam sidang paripurna, DPR harus meneruskan usul pemberhentian kepada MPR.[6]
Hak-hak lain Presiden, yaitu:
a.       Memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.
b.      Atas persetujuan DPR berhak menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain.
c.       Atas persetujuan DPR berhak membuat perjanjian internasional lainnya.
d.      Mengangkat duta atas persetujuan DPR dan mengangkat konsul.
e.       Memberikan grasi, rehabilitasi atas pertimbangan Mahkamah Agung.
f.       Memberikan amnesti dan abolisi atas pertimbangan DPR.
g.      Memberikan gelar, tanda jasa, dan lainnya yang diatur dengan Undang-Undang.
h.      Membentuk suatu dewan pertimbangan sebagai penasihat yang diatur oleh Undang-Undang.[7]

Indonesia adalah negara hukum, ini mengandung arti bahwa negara termasuk didalamnya pemerintah, dan lembaga-lembaga negara. Dalam melaksanakan tugasnya harus dilandasi oleh hukum dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Menurut UUD 1945 Hasil Amandemen 2002 pasal 6A ayat (1), dalam sistem kelembagaan negara, Presiden tidak lagi merupakan mandataris MPR bahkan sejajar dengan DPR dan MPR.Hanya jikalu Presiden melanggar Undang-Undang maupun Undang-Undang Dasar, maka MPR dapat melakukan Impeachment (pendakwaan). Meskipun Kepala Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, ia bukan “diktator”, artinya kekuasaan tidak tak terbatas. Presiden tidak dapat membubarkan DPR maupun MPR.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
            Dari banyak pemaparan kami di atas mengenai tentang bagaimana kedudukan Presiden di mata Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), jelaslah Presiden mempunyai wewenang untuk mengatur jalannya pemerintahan. Namun DPR juga turut andil di dalam pengaturan tersebut. Juga sebagaimana telah diketahui bahwa kewenangan Presiden di dalam menjalankan roda pemerintahan haruslah mendapat persetujuan dari anggota DPR. Hal-hal yang mengaitkan antara kewenangan Presiden dapat dipengaruhi oleh DPR telah diatur di Undang-Undang.
            Terlepas dari semua itu, bahwa kewenangan-kewenangan Presiden dan DPR telah diatur di dalam Undang-Undang Dasar 1945. Sebagaimana telah kami ulas panjang lebar di dalam makalah kami.
B.     Saran
            Keberadaan lembaga Dewan Perwakilan Rakyat di Indonesia sungguh sangat berpengaruh dan memegang peranan yang sangat penting. Oleh karena itu pada tahun 2014 ini, dimana wajah DPR sedang menjadi sorotan publik karena profil yang negatif, maka sangat penting untuk dilakukan penyuluhan secara berkala atau pendekatan konkret oleh DPR terhadap masyarakat, baik melalui media maupun terjun langsung ke lapangan masyarakat untuk menghindari semakin rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga negara ini.
            Ulasan demi ulasan telah kami paparkan di atas. Bila ada suatu kesalahan atau kekeliruan di dalam pembuatan makalah kami, maka kami memohon kepada Dosen Pembimbing ataupun sekalian mahasiswa untuk memberikan sumbangsihnya berupa materi untuk kesempurnaan makalah kami.
Dari awal hingga akhirnya pembuatan makalah kami, sekali lagi kami memohon maaf yang sebesar-besarnya untuk semua kesalahan kami. Dan semoga dengan adanya makalah kami Tuhan memberikan kita pengetahuan yang lebih dan bermanfaat untuk kita semua.



















DAFTAR PUSTAKA
Huda, Ni’matul. 2009. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Ashiddiqi, Jimly. 1996. Pergumulan Peran Pemerintah dan Parlemen dalam Sejarah Telaah Perbandingan Konstitusi Berbagai Negara. Jakarta: UI Press.
Djamali, R. Abdoel. 2008. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Mahendra, Yusril Ihza. 1996. Dinamika Tata Negara. Jakarta: Buku Andalan.
Ibrahim, Moch. Kusnardi Harmaily. 1976.Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: CV Sinar Bakti.




[1] R. Abdoel., Pengantar Hukum, 142
[2] R. Abdoel., Pengantar Hukum, 142
[3] Ni’matul Huda.,  Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009), 187
[4]Slamet Effendy Yusuf dan Umar Basalim, Reformasi Konstitusi Indonesia Perubahan Pertama UUD 1945 (Jakarta: Pustaka Indonesia Satu, 2000), 190
[5] Bagir Manan., Lembaga Kepresidenan, (Yogyakarta: FH UII Press, 2003), 165
[6]Ibid., 138
[7]Ibid., 138

Tidak ada komentar:

Posting Komentar