MAKALAH
KEDUDUKAN PRESIDEN di MATA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT (DPR)
Disusun untuk memenuhi tugas Pengantar Tata Hukum Indonesia yang
dibimbing oleh Bapak H. Nur Solikin, S. Ag., M.H.
Oleh:
Kelompok 2
Nouval Hidayatullah 083131010
Lutvi Yuniarti 083131006
Himmatul Ulfiah 083131012
Chairul Anwar 083131007
Moh. Sofyan Murdani 083131011
Lutvi Yuniarti 083131006
Himmatul Ulfiah 083131012
Chairul Anwar 083131007
Moh. Sofyan Murdani 083131011
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) JEMBER
PROGRAM STUDI AL-AKHWAL AS-SYAKHSYIYAH
JURUSAN SYARIAH
KATA PENGANTAR
Puji syukur sepatutnya kita
persembahkan kepada Allah SWT. karena Dia-lah yang telah menurunkan agama
Islam, dan menciptakan alam raya serta akal pikiran, panca indra dan hati
nurani bagi manusia dan berkat rahmat dan taufiq serta hidayah-Nya, makalah
tentang “Kedudukan Presiden di Mata Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)”
ini dapat terselesaikan untuk memberikan sedikit
manfaat bagi kita semua.
Shalawat serta salam semoga tetap
tercurahkan kepada baginda nabi kita tercinta Muhammad SAW. Sebagai Rasul yang
mendapatkan mukjizat yaitu Al-Qur’an yang menjadi pedoman bagi kita semua
sebagai ummat Islam.
Akhirnya, kami menyadari bahwa makalah
ini masih banyak mengandung kekurangan dan kelemahan. ‘Tak ada gading yang tak
retak, Tak ada manusia yang sempurna”. Oleh karena itu, saran, masukan dan
kritik yang membangun akan kami perhatikan dengan sebaik-baiknya sebagai
pembelajaran untuk kesempurnaan makalah kami. Dan semoga makalah ini bermanfaat
bagi pembacanya. Amin
Jember
, 04 November2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR..................................................................................... i
DAFTAR
ISI...................................................................................................
ii
BAB
I PENDAHULUAN...............................................................................
1
1.1 Latar Belakang...............................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................... 2
BAB
II PEMBAHASAN................................................................................ 3
2.1 Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).................................................. 3
2.2 Presiden dan Wakil Presiden..........................................................
5
2.3 Kedudukan Presiden di Mata DPR................................................
7
BAB III PENUTUP ........................................................................................ 9
3.1
Kesimpulan.....................................................................................
9
3.2
Saran...............................................................................................
9
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
11
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Indonesia
merupakan sebuah negara demokrasi, dimana rakyat mempunyai hak suara untuk
menentukan siapa yang berhak untuk menjadi pejabat negara ataupun Pemerintah
Negara. termasuk Presiden dan Wakil Presiden, DPR, dan pejabat negara yang
lainnya. Oleh karena itu, orang-orang yang dipilih oleh rakyat, memiliki amanah
dan tanggung jawab atas hak dan kewajiban.
Dalam
tata negara Indonesia, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menurut Pasal 2
Undang-undang 1945, tentang keanggotaannya terdiri atas anggota Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang dipilih melalui
pemilihan umum. Tugas dan wewenang MPR telah diatur oleh Undang-undang di dalam
Undang-Undang Nomor 22 tahun 2003 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD
dan DPRD.
Namun sering kali di dalam suatu pemerintahan terjadi
persengketaan antara Presiden dan DPR, hal tersebut dikarenakan suatu
disorientasi di dalam mengambil kebijakan, di mana kebijakan DPR bertolak
belakang dengan kebijakan yang diambil oleh pemimpin negara dalam hal ini
Presiden.
Dalam menyikapi banyak hal yang
terjadi saat ini dalam tata negara Indonesia, khususnya dalam sistem birokrasi antara Presiden dan Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) banyak menuai masalah. Hal ini disebabkan oleh kinerja
pemimpin negara yang terbatas oleh Undang-undang. Serta DPR yang juga mempunyai
hak politik di dalam pemerintahan Indonesia.
Oleh karena hal tersebut, kami di
sini akan membahas bagaimana kedudukan seorang Presiden di mata DPR, serta
bagaimana kinerja seorang Presiden di dalam suatu pemerintahan. Terlepas dari
hal tersebut, kekuasaan DPR juga tak luput untuk kami uraikan dalam makalah
kami.
B.
Rumusan Masalah
Dalam makalah kami, rumusan masalah
yang akan kami bahas ialah:
a.
Apa yang dimaksud dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)?
b. Apa yang
dimaksud dengan seorang Presiden?
c.
Bagaimana kedudukan seorang Presiden di mata DPR?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Keanggotaan DPR oleh seseorang diperoleh sebagai hasil
pemilihan umum. Pelaksanaannya dilakukan secara langsung. Artinya, rakyat yang
berhak memilih memberikan suaranya dalam pemilihan untuk hal itu secara
langsung kepada seseorang yang telah dicalonkan menjadi anggota DPR. Para
anggota DPR bersama-sama anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) merupakan
anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
DPR sebagai lembaga legislatif menurut Pasal 26
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut:
a) Membentuk Undang-Undang yang dibahas
dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.
b) Membahas dan memberikan persetujuan
Peraturan Pemerintahan Pengganti Undang-Undang.
c) Menerima dan membahas usulan Rancangan
Undang –Undang yang diajukan DPD.
d) Memperhatikan pertimbangan DPD atas:
1. Rancangan Undang-Undang Anggaran
Pendapatan Belanja Negara (APBN)
2. Rancangan Undang-Undang Pajak
Pendidikan, dan Agama.
e) Menetapkan APBN bersama Presiden dengan
memperhatikan pertimbangan DPD.
f) Melaksanakan pengawasan terhadap
pelaksanaan UU, APBN, dan kebijaksanaan pemerintah.
g) Membahas dan menindaklanjuti hasil
pengawasan yang diajukan oleh DPD terhadap:
1. Pelaksanaan Undang-Undang Otonomi Daerah
2. Pembentukan, pemekaran, dan penggabungan
daerah
3. Hubungan pusat dan daerah
4. Sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya
5. Pelaksanaan APBN, Pajak, Pendidikan, dan
Agama.
h) Memilih anggota Badan Pemeriksa Keuangan
dengan memperhatikan pertimbangan DPD.
i)
Membahas
dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pertanggungjawaban keuangan negara.
j)
Memberikan
persetujuan kepada presiden atas pengangkatan dan pemberhentian anggota Komisi
Yudikatif.
k) Memberikan persetujuan calon hakim agung
yang diusulkan Komisi Yudikatif untuk ditetapkan sebagai hakim agung oleh
presiden
l)
Memilih
tiga calon anggota hakim konstitusi dan mengajukannya kepada presiden untuk ditetapkan.
m) Memberikan pertimbangan kepada presiden
untuk mengangkat duta, menerima penempatan duta negara lain, memberikan
pertimbangan dalam pemberian amnesti dan abolisi.
n) Memberikan persetujuan kepada presiden
untuk menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain.
o) Menyerap, menghimpun, menampung, dan
menindaklanjuti aspirasi masyarakat.
Sementara itu, hak dan kewajiban DPR
terdiri atas:[1]
a. DPR mempunyai hak:
1. Interpelasi
2. Angket
3. Menyatakan pendapat
b. Anggota DPR mempunyai hak:
1. Mengajukan rancangan undang-undang (RUU)
2. Mengajukan pertanyaan
3. Menyampaikan usulan dan pendapat
4. Memilih dan dipilih
5. Membela diri
6. Imunitas
c. Anggota DPR mempunyai kewajiban:[2]
1. Mengamalkan pancasila
2. Melaksanakan UUD 1945
3. Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan
4. Mempertahankan dan memelihara kerukunan
nasional dan keutuhan negara
5. Memperhatikan usaha peningkatan
kesejahteraan rakyat
6. Menyerap, menghimpun, menampung, dan
menindaklanjuti aspirasi masyarakat
7. Mendahulukan kepentingan negara diatas
kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan.
B.
Presiden dan Wakil Presiden
Hasil perubahan UUD
1945 yang berkaitan langsung dengan kekuasaan Presiden dan Wakil Presiden
adalah pembatasan kekuasaan Presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 7 (lama),
yang berbunyi “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama lima
tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali”. Penegasan didalam Pasal 7
dipandang terlalu fleksibel untuk ditafsirkan. Bahkan Soeharto pernah
mengatakan, tentang berapa kali seseorang dapat menjabat Presiden sangatlah
bergantung pada MPR. Jadi tidak perlu dibatasi, asal masih dipilih oleh MPR, ia
dapat terus menjabat Presiden dan atau Wakil Presiden. Dan Soehartolah yang
telah menikmati kebebasan jabatan itu karena ia sendiri yang membuat tafsir
atas UUD, MPR tinggal meng’amini’nya. Kemudian, Pasal 7 diubah, yang bunyinya
menjadi: “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama lima tahun,
dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu
kali masa jabatan”. Perubahan pasal ini dipandang sebagai langkah yang tepat untuk
mengakhiri perdebatan tentang periodisasi jabatan Presiden dan Wakil Presiden.
Aspek pertimbangan
kekuasaan hubungan antara Presiden dan DPR, Presiden dan Mahkamah Agung tampak
dalam perubahan Pasal 13 dan 14. Perubahan pada pasal-pasal ini dapat dikatakan
sebagai pengurangan atas kekuasaan Presiden yang selama ini dipandang sebagai
hak prerogratif. Perubahan pasal 13 berbunyi sebagai berikut:[3]
1. Dalam hal mengangkat duta, Presiden
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
2. Presiden menerima penempatan duta negara
lain dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
Sebelum ada perubahan,
Presiden sebagai kepala negara mempunyai wewenang untuk menentukan sendiri duta
dan konsul serta menerima duta negara lain. Mengingat pentingnya hal tersebut,
Presiden dalam mengangkat dan menerima duta besar, sebaiknya diberi
pertimbangan oleh DPR. Adanya pertimbangan dari Dewan Perwakilan Rakyat pada
ayat (1), ini penting dalam rangka menjaga obyektivitas terhadap kemampuan dan
kecakapan seseorang pada jabatan tersebut. Adanya pertimbangan Dewan Perwakilan
Rakyat pada ayat (2), dipandang sangat tepat karena hal ini penting bagi
akurasi informasi untuk kepentingan hubungan baik antara kedua negara dan
bangsa.
Perubahan Pasal 14
berbunyi sebagai berikut:
1. Presiden memberi grasi dan rehabilitasi
dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.
2. Presiden memberi amnesti dan abolisi
dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
Alasan perlunya
Presiden memperhatikan pertimbangan dari Mahkamah Agung dalam pemberian grasi
dan rehabilitasi adalah pertama,
grasi dan rehabilitasi itu adalah proses yustisial dan biasanya diberikan
kepada orang yang sudah mengalami proses politik. Kedua, grasi dan rehabilitasi itu lebih banyak bersifat perorangan,
sedangkan amnesti dan abolisi biasanya bersifat massal.[4]
Mahkamah Agung (MA) sebagai peradilan tertinggi adalah lembaga negara paling
tepat memberikan petimbangan kepada Presiden mengenai hal itu karena grasi menyangkut
putusan hakim sedangkan rehabilitasi tidak selalu terkait dengan putusan hakim.
Sementara itu, DPR
memberikan pertimbangan dalam hal pemberian amnesti dan abolisi karena
didasarkan pada pertmbangan politik. DPR adalah badan politik, sedangkan yang
diperlukan adalah pertimbangan hukum. Pertimbangan politik, kemanusiaan,
sosial, dan lain-lain, merupakan isi dari hak prerogratif. Hal yang diperlukan
adalah pertimbangan hukum untuk memberi dasar yuridis pertimbangan Presiden.[5]
C.
KedudukanPresiden di Mata DPR
Selama masa jabatan
berjalan, Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan oleh MPR atau
atas usul DPR. Alasan pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah:
a. Terbukti melakukan pelanggaran hukum
dalam penghianatan kepada negara, korupsi, penyuapan, dan tindak pidana berat
lainnya
b. Melakukan perbuatan tercela
c. Terbukti tidak lagi memenuhi syarat
sebagai presiden dan Wakil Presiden
Kalau usul
pemberhentian Presiden dan Wakil Presiden dilakukan oleh DPR, lebih dahulu
mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili,
dan memutuskan pendapat DPR itu. Apabila Presiden dan Wakil Presiden dinyatakan
bersalah, maka dalam sidang paripurna, DPR harus meneruskan usul pemberhentian
kepada MPR.[6]
Hak-hak lain Presiden,
yaitu:
a. Memegang kekuasaan yang tertinggi atas
Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.
b. Atas persetujuan DPR berhak menyatakan
perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain.
c. Atas persetujuan DPR berhak membuat
perjanjian internasional lainnya.
d. Mengangkat duta atas persetujuan DPR dan
mengangkat konsul.
e. Memberikan grasi, rehabilitasi atas
pertimbangan Mahkamah Agung.
f. Memberikan amnesti dan abolisi atas
pertimbangan DPR.
g. Memberikan gelar, tanda jasa, dan
lainnya yang diatur dengan Undang-Undang.
h. Membentuk suatu dewan pertimbangan
sebagai penasihat yang diatur oleh Undang-Undang.[7]
Indonesia adalah negara hukum, ini
mengandung arti bahwa negara termasuk didalamnya pemerintah, dan
lembaga-lembaga negara. Dalam melaksanakan tugasnya harus dilandasi oleh hukum
dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Menurut UUD 1945 Hasil Amandemen
2002 pasal 6A ayat (1), dalam sistem kelembagaan negara, Presiden tidak lagi
merupakan mandataris MPR bahkan sejajar dengan DPR dan MPR.Hanya jikalu
Presiden melanggar Undang-Undang maupun Undang-Undang Dasar, maka MPR dapat
melakukan Impeachment (pendakwaan). Meskipun Kepala Negara tidak
bertanggung jawab kepada DPR, ia bukan “diktator”, artinya kekuasaan tidak tak
terbatas. Presiden tidak dapat membubarkan DPR maupun MPR.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari banyak pemaparan kami di atas mengenai tentang
bagaimana kedudukan Presiden di mata Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), jelaslah
Presiden mempunyai wewenang untuk mengatur jalannya pemerintahan. Namun DPR
juga turut andil di dalam pengaturan tersebut. Juga sebagaimana telah diketahui
bahwa kewenangan Presiden di dalam menjalankan roda pemerintahan haruslah mendapat
persetujuan dari anggota DPR. Hal-hal yang mengaitkan antara kewenangan
Presiden dapat dipengaruhi oleh DPR telah diatur di Undang-Undang.
Terlepas dari semua itu, bahwa kewenangan-kewenangan
Presiden dan DPR telah diatur di dalam Undang-Undang Dasar 1945. Sebagaimana
telah kami ulas panjang lebar di dalam makalah kami.
B. Saran
Keberadaan lembaga Dewan Perwakilan
Rakyat di Indonesia sungguh sangat berpengaruh dan memegang peranan yang sangat
penting. Oleh karena itu pada tahun 2014 ini, dimana wajah DPR sedang menjadi
sorotan publik karena profil yang negatif, maka sangat penting untuk dilakukan
penyuluhan secara berkala atau pendekatan konkret oleh DPR terhadap masyarakat,
baik melalui media maupun terjun langsung ke lapangan masyarakat untuk
menghindari semakin rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga
negara ini.
Ulasan demi ulasan telah kami
paparkan di atas. Bila ada suatu kesalahan atau kekeliruan di dalam pembuatan
makalah kami, maka kami memohon kepada Dosen Pembimbing ataupun sekalian
mahasiswa untuk memberikan sumbangsihnya berupa materi untuk kesempurnaan
makalah kami.
Dari
awal hingga akhirnya pembuatan makalah kami, sekali lagi kami memohon maaf yang
sebesar-besarnya untuk semua kesalahan kami. Dan semoga dengan adanya makalah
kami Tuhan memberikan kita pengetahuan yang lebih dan bermanfaat untuk kita
semua.
DAFTAR
PUSTAKA
Huda, Ni’matul. 2009. Hukum Tata Negara
Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Ashiddiqi, Jimly. 1996. Pergumulan
Peran Pemerintah dan Parlemen dalam Sejarah Telaah Perbandingan Konstitusi
Berbagai Negara. Jakarta: UI Press.
Djamali, R. Abdoel. 2008. Pengantar Hukum
Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Mahendra, Yusril Ihza. 1996. Dinamika Tata
Negara. Jakarta: Buku Andalan.
Ibrahim, Moch. Kusnardi Harmaily. 1976.Pengantar
Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: CV Sinar Bakti.
[1] R.
Abdoel., Pengantar Hukum, 142
[2] R.
Abdoel., Pengantar Hukum, 142
[3]
Ni’matul Huda., Hukum Tata Negara
Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009), 187
[4]Slamet
Effendy Yusuf dan Umar Basalim, Reformasi Konstitusi Indonesia Perubahan
Pertama UUD 1945 (Jakarta: Pustaka Indonesia Satu, 2000), 190
[5]
Bagir Manan., Lembaga Kepresidenan, (Yogyakarta: FH UII Press, 2003),
165
Tidak ada komentar:
Posting Komentar