Humor
Becak Vs Tander
By: Edi Purwanto (AS
H1)
Ada seorang laki-laki dengan memakai baju yang bagus dan
mengendarai sepada motor tander yang tanpa sengaja menyerempet sebuah becak.
Akhirnya tukang becak pun marah dan memanggil pengendara Tander itu.
Tukang Becak : Heh kamu, ayo turun jangan mentang-mentang kamu pakek Tander trus
bisa nyerempet sembarangan, kamu kira ini jalan milik kakamu. (dengan sura
lantang dan menujuk kearah pengendara Tander Itu).
Pengendara Tander : Jangan
marar-marah pak, saya kan gak sengaja nyerempet becak bapak. Jalan ini memang
bukan milik kakek saya tapi juga bukan milik kakeknya bapakkan?. (membalasa
dengan suara lantang)
Tukang Becak : Ini sudah salah masih ngomong kasar. Gak tau diajari sopan santun
ya, atau mentang-mentang kamu pakek tander saya pakek becak?. (semakin marah)
Pengendara Tander : kan
bapak yang mulai duluan. Memang saya lebih keren dari pada situ.
Tukang Becak : Oh gitu, ayo kita balapan. Jaangan kira aku takut dengan Tander
mu. Ini becak sudah turun temurun dari kakek saya. (menantang pengendara Tander
dengan penuh percaya diri).
Pengendara tander : Ok
siapa takut. (juga menjawab dengan percaya diri).
Tukang Becak : Jalur balapan kita harus Panjang yaitu sampai kantor polisi yang
kira-kira jaraknya 5 KM dari sini.
Pengendara Tander : siapa
takut, ayo kita mulai
Balapan pun dimulai. Pengendara sepeda motor jauh di depan.
Namun, si tukang becak tak mau kalah. dengan semangat dia mengayuh becaknya,
hingga sampai pada lampu merah yang kira-kira 4 dari tempat Start tadi. Dia mampu menusul pengengendara Tander .
Karena lampu merah mereka pun berhenti. Tak lama kemudian terdengan suara
letusan yang sangat keras “Dorrr”.
Tukang Becak : Apa itu yang meletus, Banmu ya?
Pengendar Tander : bukan,
banmu paling?
Tukang becak : enggak.
Mereka
pun bingung mencari-cari apa yang meletus. Dan setelah bebara saat kemudian.
Ternyata yang meletus adalah betisnya si tukang becak karena terlalu jauh
mengayuh becaknya.
Sopir Angkot yang Dermawan
By: Edi Purwanto (AS
H1)
Ada seorang ibu yang berjjalan di jalan raya hendak menuju pasar dengan barang dagngannya yang banyak. Kemudian terlihat angkot dari belakang dan dia menyetopnya.
Sopir Angkot : Ayo naik angkot gratis.
Ibu : Beneran ini gratis?
(tanya ibu itu
dengann keheranan)
Sopir Anngkot : Iya
Bu, gratis naik angkot ini.
Ibu : Terima kasih kalau gitu
Sopir angkot : Ok
bu.
Kemudian sopir angkot melanjutkan perjalanannya sambil berteriak-teriak
“Naik angkot gratis”. Mendengar kata gratis, banyak orang yang naik angkot itu.
Hingga akhirnya sampai di pasar.
Sopir Angkot : para
penumpang yang terhormat, kini kita sudah sampai di pasar. Monggo turun.
Penumpang : Terima kasih pak. (lansung mau turun)
Sopir Angkot : Eits,
bayar dulu 100 ribu
Penumpang : lho katanya tadi gratis. Lagian ini kan
dekat kok samapi 100 ribu
Sopir Angkot : Tadi
kan saya Bilangnnya “ Naik angkot gratis bukan turun angkot gratis”, jadi
turunnya tidak gratis. Penumpang yang terhormat harus bayar sebesar 100 ribu.
Kura-kura Dalam Dapur
By: Edi Purwanto (AS
H1)
Bu Sutiya adalah orang
madura asli. Hari ini dia akan kedantangan tamu dari jakarta. Oleh karena itu,
Bu Sutiya membersihkan dapurnya. Sementara pak Ahmad, suami Ibu Aminah menunggu
tamunya datang di ruang tamu. Selang beberapa saat kemudian datnglah tamu yang
ditunggu-tunggunya.
Tamu : Assalamualaikum
Pak
Ahmad : Waalaikumsalam Wr. Wb. Silahkan
masuk.
Tamu
: Iya pak, terima kasih.
Pak
Ahmad : Ibu, tamu kita sudah datang
tolong bikinkan kopi
Ibu
: Iya, tunggu Kura-kura ini
pak
Tamu
: Masak ada kura-kura di dapur
bu?
Ibu : Iya betul, ini kura-kura.
Pak
Ahmad : Jangan bohong bu, sejak kapan
ada kura-kura di dapur?
Ibu : Ah bapak ini gak percayaan. Beneran pak, ini
kura-kura
Pak
Ahmad : (Karena penasaran akhirnya
begegas menuju Dapur). “ lhohh! mana bu katanya ada kura-kura.
Ibu
Ahmad : Ini lo pak, ibu lagi kura-kura
Pak
Ahmad : Hahaha (tertawa terbahak-terbahak).
Itu bukan kura-kura bu.
Tapi ibu lagi cuci piring. Makanya, kalau tidak bisa bahasa Indonesia tidak
usah dipaksain.
Ibu : Hehe (tersipu malu)
Warung Makan
Namaku Safi’i tapi biasa dipanggil
Fi’i. Aku tinggal di desa kecil dan
terpencil di pulau Madura. Hingga suatu ketika, Aku pergi merantau ke Surabaya.
Sesampainya di terminal Bungurase Surabya, perutku terasa lapar. Akhirnya sya
menghampiri sebuah warung makan.
Aku : Makan
pak.
Penjual : Iya maz,
mau makan apa?
Aku : Sate 100
tusuk PAK.
Penjual : Satenya
entek maz.
Aku : Iya Pak.
(Aku berfikir dalam hati “Wah kebetulan ni penjualnya orang Madura juga”.
Aku pun
akhirnya menunggu. Namun sekian lamnya aku menunggu tetap satenya kok gak
datang-datang. “Pak Satenya 100 tusuk”
aku kembali bertanya setelah menunggu lama. Penjual pun menjawab “Satenya entek Maz”. “Iya pak” jawabku. Kira-kira
3 jam menunggu tapi tetap saja penjual itu tidak menghantarkan sate untukku.
Tiba-tiba temenku menghampiriku
Temenku : Ngapain aja kamu kok lama banget?.
Aku : Ini aku lagi pesan sate.
Temenku : Cuma nunggu sate kok sampai 4 jam?
Aku : Gak tau. Aku disuruh nunggu dari tadi.
Temenku : Emang penjualnya bilang apa?
Aku : Dia bilang “Satenya entek maz”. Jadi ya aku
tunggu. Tapi lama gak dateng-dateng satenya
Temenku : Astaghfirullah...! itu
maksudnya bukan suruh tunggu. Entek yang dimaksud bapak itu bukan bahasa Madura
tapi bahasa Jawa yang artinya Entek=Habis.
Aku : Haah. (>>>> tersipu
malu<<<<<<).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar