Senin, 06 Oktober 2014

FIQIH MUNAKAHAT MAHAR/MASKAWIN


FIQIH MUNAKAHAT
MAHAR/MASKAWIN

Untuk memenuhi tugas makalah mata kuliah Fiqih Munakahat
yang dibinbing oleh: Ibu Dr. Sri Lumatus Sa'adah, M.H.I.


Disusun oleh:
1.                 Edi Purwanto                         083 131 024
2.                 Lutvi Yuniarti                        083 131 033
3.                 Izudin Syarif                          083 131 043


AL AHWAL AL SYAKHSIYYAH
JURUSAN SYARIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
 (STAIN) JEMBER
SEPTEMBER 2014





KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang mana atas rahmat-Nya kita dapat menyusun makalah yang berjudul “Maskawin” yang diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih Munakahat yang dibimbing oleh Ibu Dr. Sri Lumatus Sa'adah, M.H.I.
Dalam penulisan makalah ini kita merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kita harapkan demi penyempurnaan pembutan makalah ini.
               Dalam penulisan makalah ini kita menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada .Ibu Dr. Sri Lumatus Sa'adah, M.H.I.. selaku dosen pembimbing mata kuliah Fiqih Munakahat, serta segenap teman-teman yang telah memberikan kritik ataupun saran demi kesempurnaan makalah ini.
               Akhirnya kita berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, Amin Yaa Robbal’ Alamiin.




Jember, 29 September 2014

Penulis




DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL                                                                                         
KATA PENGANTAR                                                                                      
DAFTAR ISI                                                                                                   
BAB I PENDAHULUAN                                                                                 
A.    Latar Belakang Masalah                                                                   
B.     Rumusan Masalah                                                                              
C.    Tujuan Penulisan                                                                              
BAB II PEMBAHASAN                                                                                   
A.    Pengertian Maskawin                                                                         
B.     Bentuk, jenis, dan nilai mahar                                                   
C.    Hukum Maskawin                                                                      
D.    Macam-macam Mahar                                                               
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan                                                                                 
DAFTAR PUSTAKA                                                                                





BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

Hampir tidak ada manusia yang mempunyai keinginan untuk tidak menikah. Menikah adalah senjata yang paling ampuh dalam menjaga pandangan dan kemaluan. Banyak sekali hikmah yang bisa didapat dari pernikahan. Baik itu bersifat biologis, sosial, ekonomi, dan lain sebagainya.

Dalam Undang-undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menjelasakan pengertian perkawinan yaitu hubungan lahir batin  antara laki-laki dan perempuan sebagai pasangan suami isteri dengan tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa. Dalam pengertian tersebut disebutkan kata kekal dan bahagia. Dan salah satu yang bisa mewujudkan dua kata tersebut adalah yang biasa disebut dengan kata mahar/mas kawin karena dalam Islam tujuan dari pemberian mahar atau maskawin tersebut untuk memuliakan wanita sehingga, calon isteri bisa tumbuh rasa cinta kasih kepada calon suaminya. Akan tetapi, masih banyak dari kalangan Umat Islam sendiri yang masih belum memahami tentang mahar/maskawin tersebut. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas tentang mahar/maskawin yang meliputi yaitu: Pengertian mahar/maskawin baik secara bahasa maupun secara istilah, bentuk, jenis, dan nilai mahar, hukum mahar/maskawin, serta macam-macam mahar/maskawin.

B.     Latar Belakang Masalah
Bertolak dari latar belakang diatas maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
1.      Apa pengertian dari mahar/maskawin?
2.      Bagaimana bentuk, jenis, dan nilai mahar?
3.      Bagimana hukum mahar/maskawin?
4.      Apa saja macam-macam mahar/maskawin?.

C.    Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui apa pengertian dari mahar/maskawin?
2.      Mengetahui bagaimana bentuk, jenis, dan nilai mahar?
3.      Mengetahui bagimana hukum mahar/maskawin?
4.      Mengetahui apa saja macam-macam mahar/maskawin?.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Maskawin
1.      Pengertian Maskawin Secara Bahasa
Jika ditinjau dari segi etimologi kata as-shadaq yang memiliki arti mahar/maskawin bagi istri.[1] Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa  Shadaq  adalah pemberian khusus laki-laki kepada seorang wanita (calon isteri) pada waktu akad nikah.
Secara umum, kata lain yang biasa digunakan untuk mahar dalam Alquran adalah kata ajr yang berarti penghargaan atau hadiah yang di berikan kepada pengantin wanita.[2] Sesungguhnya kata ajr itu merupakan sesuatu yang tidak dapat hilang.
2.      Pengertian Maskawin Secara Istilah
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, maskawin adalah pemberian pihak pengantin laki-laki (misal emas, barang, kitab suci) kpd pengantin perempuan pd waktu akad nikah, dapat diberikan secara kontan ataupun secara utang.
Dari pengertian tersebut, dapat kita pahami bahwa maskawin tidak harus dibayar secara kontan. Akan tetapi, dapat pula dibayar secara cicil apabila sudah ada persetujuan-persetujuan antara pihak laki-laki dan perempuan serta disebutkan dalam akad.
Secara terminologi mahar/maskawin adalah pemberian wajib dari calon suami kepada calon isteri sebagai ketulusan hati calon suami untuk menimbulkan rasa cinta kasih bagi sang isteri kepada calon suami.
B.     Bentuk, Jenis dan Nilai Mahar
Pada umumnya mahar itu dalam bentuk uang atau juga menggunakan barang berharga lainnya. Namun bukan berarti bentuk maskawin itu harus selalu berupa barang. Akan tetapi maskawin juga bisa menggunakan jasa sebagaimana yang telah di jelaskan dalam Alquran dan Hadits.[3]
Contoh maskawin berupa jasa  dalam Alquran  adalah pada ayat berikut ini:
قَالَ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أُنْكِحَكَ إِحْدَى ابْنَتَيَّ هَاتَيْنِ عَلَىٰ أَنْ تَأْجُرَنِي ثَمَانِيَ حِجَجٍ ۖ فَإِنْ أَتْمَمْتَ عَشْرًا فَمِنْ عِنْدِكَ ۖ وَمَا أُرِيدُ أَنْ أَشُقَّ عَلَيْكَ ۚ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّالِحِين[4]
Artinya: Berkatalah dia (Syu'aib): "Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu Insya Allah akan mendapatiku termasuk orang- orang yang baik."
Dari ayat tersebut menunjukkan kebolehan maskawin dengan jasa berupa mengembala kambing selama delapan tahun.
Bentuk lain dari maskawin yang selain barang juga dijelaskan dalam hadits Nabi SAW. yaitu:
قال ماذا معك من القرآن قال معى سوروة كذا كذا عددها, قال تقرؤهن عن ظهر قلبك قال نعم, قال: اذهب فقد ملكتكها بما معك من القرآن.
Artinya: Nabi berkata “Apakah kamu memiliki hafalan ayat-ayat Alquran?” Ia menjawab “Iya, surat ini dan surat ini, sambil menghitungnya”. Nabi berkata “Kamu hafal surat-surat itu di luar kepala?” Dia menjawab “Iya”. Nabi berkata “Pergilah, saya kawinkan engkau dengan perempuan itu dengan mahar mengajarkan Alqur’an”.
Hadits tersebut memberikan gambaran bahwa mahar itu hanya berupa uang dan barang saja. Akan tetapi juga bisa menggunakan jasa yang berupa hafalan seperti contoh dalam hadits tersebut.
Jumlah mahar tidaklah ditentukan dalam Syariat Islam. Akan tetapi, dalam praktiknya di masyarakat banyak sekali yang menggunakan mahar berlebihan dan terlalu mewah. Sedangkan tujuan mereka memberikan mahar yang berlebihan tersebut hanyalah untuk pamer semata. Padahal Nabi menjelaskan bahwa mahar tidaklah harus mewah sebagaimana di jelaskan dalam haditsnya yaitu:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ان اعظم النكاح بركة ايسره مؤونة.
Artinya: Rasulullah SAW. bersabda “Sesungguhnya berkah pernikahan yang paling agung adalah yang paling mudah maharnya”. 
زوج النبي صلى الله عليه وسلم رجلا امرأة بخاتم من حديد
Artinya: Bahwa Nabi Muhammad SAW. telah pernah mengawinkan seorang laki-laki dengan perempuan dengan maharnya sebentuk besi.
Hadits diatas menjelasakan bahwa mahar yang ajarkan dalam Islam tidak harus mewah. Akan tetapi disesuaikan kemampaun calon suami.
Adapun Syarat-syarat mahar apabila berbentuk barang adalah sebagai berikut:
1.      Jelas dan diketahui bentuknya
2.      Barang itu miliknya sendiri bukan hasil curian
3.      Barang sesuatu yang memenuhi syarat untuk diperjual belikan
4.      Dapat diserahkan pada waktunya.[5]
Sedangkan mahar yang diberikan kepada para istrinya yaitu separuh uqiyah atau lima ratus dirham. Sebagaimana keterangan dari isteri nabi Sayyidah Aisyah ra.
كان صداق رسول لله عليه  وسلم لاءزواجه اثتني عشرة اء وقية ونشاْ ,أتدرون ما النش؟ نصف أوقية, وزلك خمسمئة درحم
Artinya: Maskwin Rasulullah kepada isteri-isterinya adalah sebesar dua belas uqiyah atau satu nasy, apakah kamu tau apa nasy itu? Yaitu separu uqiyah atau lima ratus dirham.
C.    Hukum Mahar/maskawin
Imam Syafi’i berpendapat bahwa mahar/maskawin itu hukumnya adalah wajib. Namun bukan termasuk dari bagian rukun perkawinan. [6] Adapun landasan yang digunakan dalam penentuan kewajiban mahar ini adalah salah satu ayat dalam Alquran yaitu:
وَآَتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ [7]هَنِيئًا مَرِيئًا
Artinya: Berikanlah mahar kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari mahar itu dengan senang hati, maka makanlah pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.
Adapun dari hadits nabi yang menjelaskan kewajiban membayar mahar diantaranya sabda Nabi yang berasal dari Sahal bin Sa’ad Al-sa’idi dalam suatu kisah panjang dalm bentuk hadits panjang mutafaq alaih:
يا رسول الله ان لم يكن لك بها حاجة فزوجنيها فقل هل عندك منلاشيئ فقاللاوالله,فقال فازهب اءالى اهلكفا نضر هل تجد شيا فزهب ثم رجع فقال لاوالله وجد تشيأ فقال رسول لله صلى لله عليه و سلم اضدر ولو خا تما من حديد
Artinya: Ya Rasulullah bila anda tidak punya keinginan untuk mengawininya, maka kawinkan saya dengannya. Nabi berkata “Apakah kamu memiliki sesuatau?”. Ia berkata “Tidak ya Rasululullah”. Nabi berkata “Pergilah kepada keluargamu mungkin kamu akan mendapatkan sesuatu”. Kemudian dia pergi dan segera kembali serta berkata “Saya tidak mempunyai sesuatu wahai Rasulullah”. Nabi berkata “ Carilah walaupun hanya sebentuk cincin besi”.
Maksud hadits di atas itu menjelaskan bahwa mahar itu hukumnya wajib. meskipun dari pihak suami tidak memiliki suatu apapun untuk berikan kepada calon istrinya, dia harus berusaha untuk mencarinya meskipun hanya sebuah cincin yang terbuat dari besi, karena tujuan dari pemberian mahar itu semata-mata untuk memuliakan calon istri.
Menurut ketetapan dalil dari ijma’itu menyatakan bahwa para ulama’ telah bersepakat bahwa mahar wajib hukumnya tanpa adanya khilaf, ketetapan itu di sepakati oleh para ulama’, baik ulama’ generasi pertama islam hingga masa sekarang.
D.    Macam-macam Mahar/maskawin
Semua ulama’ telah sepakat bahwa membayar mahar itu adalah wajib. Sedangkan macam-macam mahar  dapat dibedakan menjadi dua yaitu: Mahar Musamma dan Mahar Mitsil.[8]
1.      Mahar Musamma
Mahar musamma merupakan mahar yang telah jelas dan ditetapkan bentuk dan jumlahnya dalam shighat akad. Jenis mahar ini dibedakan lagi menjadi dua yaitu:

a.      Mahar Musamma Mu’ajjal, yakni mahar yang segera diberikan oleh calon suami kepada calon isterinya. Menyegerakan pembayaran mahar termasuk perkara yang sunnat dalam Islam.
b.      Mahar Musamma Ghair Mu’ajjal, yakni mahar yang telah ditetapkan bentuk dan jumlahnya, akan tetapi ditangguhkan pembayarannya.
Berkenaan dengan pembayaran mahar, maka wajib hukumnya apabila telah terjadi dukhul. Ulama’ sepakat bahwa membayar mahar menjadi wajib apabila telah berkhalwat (bersepi-sepian/berdua-duan) dan juga telah dukhul.
Membayar mahar apabila telah terjadi dukhul adalah wajib, sehingga jika belum terbayarkan maka termasuk utang piutang. Namun, jika sang isteri rela terhadap maharnya yang belum dibayarkan oleh suaminya. Sementara suaminya telah meninggal, maka tidak wajib ahli warisnya membayarkan maharnya. Jika isterinya tidak rela, maka pembayaran mahar itu diambilkan dari harta warisannya oleh ahli warisnya.
Apabila terjadi talak sebelum terjadinya dukhul, sementara bentuk dan jumlahnya telah ditentukan dalam akad, maka wajib membayar mahar separuhnya saja dari yang telah ditentukan dalam mahar.
وان طلقتموهن من قبل ان تمسوهن وقد فرضتم لهن فريضة فنصف مافرضتم الا ان يعفون اويعفوا الذي بيده عقدة النكاح وان تعفوآ اقرب للتقوى ولاتنسوا الفصل بينكم ان الله بما تعملون بصير[9]
Artinya: Jika kamu menceraikan isteri-isterimu  sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu telah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali isteri-isterimu memaafkan atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan nikah, dan pemaafan kamu itu lebih dekat pada takwa. Dan janganlah kamu melupakan keutamaan diantara kamu. Sesungguhnya Allah maha Melihat apa yang kamu kerjakan.
2.      Mahar Mitsil
Mahar Mitsil adalah mahar yang  jumlah dan bentuknya menurut jumlah dan bentuk yang biasa diterima  keluarga pihak isteri karena tidak ditentukan sebelumnya dalam akad nikah.
لاجناح عليكم ان طللقتم انسآء مالم تمسوهن اوتفرضوا لهن فريضة ومتعوهن عل الموسع قدره و على مقتر قدره متا عا با المعروف حقا على المحسنين[10]
Artinya: Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menetukan maharnya. Dan hendaklah kamu berikan suatu mut’ah (pemberian) kepada mereka.orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula), yaitu pemberian menurut yang patut, yang demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yag berbuat kebajikan.
Imam Malik menjelaskan ayat tersebut bahwa seorang laki-laki boleh memilih salah satu dari ketiga kemungkinan ada. Kemungkinan pertama, seorang suami tidak perlu membayar mahar kepada isterinya. Kemungkinan kedua, suami membayarkan mahar mitsilnya. Kemungkinan ketiga, memilih membayar mahar mitsilnya adalah keputusan yang dipandang  lebih adil dan bijaksana karena disesuaikan denagn kemampuan pihak suami dan jumlah yang biasa diterima oleh pihak keluarga isteri.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Jika ditinjau dari segi etimologi kata as-shadaq yang memiliki arti mahar/maskawin bagi istri. Yang dapat dipahami sebagai pemberian dari calon suami kepada calon isteri. Sedankan secara terminologi mahar/maskawin adalah pemberian wajib dari calon suami kepada calon isteri sebagai ketulusan hati calon suami untuk menimbulkan rasa cinta kasih bagi sang isteri kepada calon suami.
Dalam islam tidak dtentukan jumlah mahar tapi jelasnya pembayaran mahar hukumnya adalah wajib. Untuk jumlahnya disesuaikan dengan kemampuan calon suami dan keputusan antar keduanya (calon suami isteri). Sementara Rasulullah memberikan mahar kepada isteri-isterinya adalah sebesar lima ratus dirham. Dan bentuk mas kawin bisa berupa barang atau jasa yang terpenting adalah tidak terlalu berlebih-lebihan. Artinay sesuai kemampuan dan kesapakan antara calon suami isteri. Sedangkan untuk hukumnya membayar mas kawin, para Ulama’ sepakat bahwa hukumnya adalah wajib.
Mahar itu sendiri terdi dari dua macam yaitu Mahar Musamma dan Mahar Mitsil. Mahar Musamma adalah mahar yang jumlah dan bentuknya telah ditetapkan dalam akad nikah. Dan sunnah menyegerakan membayarnya. Mahar Mitsil adalah mahar yang pembayarannya ditetapkan atas jumlah dan bentuk mahar yang biasa diterima oleh pihak keluarga isteri karena jumlahnya tidak ditentukan sebelumnya dalam akad nikah.


[1]     Muhammad Zuhaily, Fiqih Munakahat Kajian Fiqih Pernikahan dalam Perspektif  Madzhab Syafi’i, terj. Mohammad Kholison (Surabaya: CV. Imtiyaz, 2013),235.
[2]     Abdul Rahman I., Perkawinan dalam Syariat Islam (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996), 67.
[3]     Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqih (Jakarta: Prenada Media, 2003), 100-101.
[4]     Alquran, 28:27
[5] Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqih (Jakarta: Prenada Media, 2003), 102.
[6] Muhammad Zuhaily, Fiqih Munakahat Kajian Fiqih Pernikahan dalam Perspektif  Madzhab Syafi’i, terj. Mohammad Kholison (Surabaya: CV. Imtiyaz, 2013),235.

[7] Alquran, 4:4
[8] Beni Ahmad Saebani, Fiqih Munakahat (Bandung: CV Pustaka Setia, 2009),275-279.
[9]  Alquran, 2:234
[10] Alquran, 2:236
 

DAFTAR PUSTAKA
Zuhaily, Muhammad. 2013. Fiqih Munakahat Kajian Fiqih Pernikahan dalam Perspektif Imam Syafi’i. Surabaya: CV. Imtiyaz.
Rahman, Abdul. 1996. Perkawinan dalam Syariat Islam. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Syarifuddin, Amir. 2003. Garis-garis Besar Fiqih. Jakarta: Prenada Media.
Saebani, Beni Ahmad. 2009. Fiqih Munakahat.Bandung: CV Pustaka Setia.
http://www.jadipintar.com/2013/09/Pengertian-Mahar-Mas-Kawin-Jumlah-dan-Bentuknya.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar