FIQIH MUNAKAHAT
MAHAR/MASKAWIN
Untuk memenuhi tugas makalah mata kuliah Fiqih Munakahat
yang dibinbing oleh: Ibu Dr. Sri Lumatus Sa'adah, M.H.I.
Disusun oleh:
1.
Edi Purwanto 083
131 024
2.
Lutvi Yuniarti 083 131 033
3.
Izudin Syarif 083 131 043
AL AHWAL AL SYAKHSIYYAH
JURUSAN SYARIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
JEMBER
SEPTEMBER 2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang
mana atas rahmat-Nya kita dapat menyusun makalah yang berjudul “Maskawin” yang diajukan untuk
memenuhi tugas mata kuliah Fiqih
Munakahat yang dibimbing oleh Ibu Dr. Sri Lumatus Sa'adah, M.H.I.
Dalam penulisan makalah ini kita merasa masih banyak
kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang kami miliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat
kita harapkan demi penyempurnaan pembutan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini kita
menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam
menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada .Ibu Dr. Sri Lumatus Sa'adah, M.H.I.. selaku dosen pembimbing mata kuliah Fiqih Munakahat, serta segenap
teman-teman yang telah memberikan kritik ataupun saran demi kesempurnaan
makalah ini.
Akhirnya kita berharap semoga
Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang telah memberikan
bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, Amin Yaa
Robbal’ Alamiin.
Jember, 29 September 2014
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
B.
Rumusan Masalah
C.
Tujuan Penulisan
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Maskawin
B.
Bentuk, jenis, dan nilai mahar
C.
Hukum Maskawin
D.
Macam-macam Mahar
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Hampir tidak ada manusia yang mempunyai keinginan untuk tidak
menikah. Menikah adalah senjata yang paling ampuh dalam menjaga pandangan dan
kemaluan. Banyak sekali hikmah yang bisa didapat dari pernikahan. Baik itu
bersifat biologis, sosial, ekonomi, dan lain sebagainya.
Dalam Undang-undang No 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan menjelasakan pengertian perkawinan yaitu hubungan lahir
batin antara laki-laki dan perempuan
sebagai pasangan suami isteri dengan tujuan untuk membentuk keluarga yang
bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa. Dalam pengertian
tersebut disebutkan kata kekal dan bahagia. Dan salah satu yang
bisa mewujudkan dua kata tersebut adalah yang biasa disebut dengan kata mahar/mas
kawin karena dalam Islam tujuan dari pemberian mahar atau maskawin tersebut
untuk memuliakan wanita sehingga, calon isteri bisa tumbuh rasa cinta kasih
kepada calon suaminya. Akan tetapi, masih banyak dari kalangan Umat Islam
sendiri yang masih belum memahami tentang mahar/maskawin tersebut. Oleh karena
itu, dalam makalah ini akan dibahas tentang mahar/maskawin yang meliputi yaitu:
Pengertian mahar/maskawin baik secara bahasa maupun secara istilah, bentuk,
jenis, dan nilai mahar, hukum mahar/maskawin, serta macam-macam mahar/maskawin.
B.
Latar Belakang Masalah
Bertolak
dari latar belakang diatas maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
1.
Apa
pengertian dari mahar/maskawin?
2.
Bagaimana
bentuk, jenis, dan nilai mahar?
3.
Bagimana
hukum mahar/maskawin?
4.
Apa
saja macam-macam mahar/maskawin?.
C.
Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui
apa pengertian dari mahar/maskawin?
2.
Mengetahui
bagaimana bentuk, jenis, dan nilai mahar?
3.
Mengetahui
bagimana hukum mahar/maskawin?
4.
Mengetahui
apa saja macam-macam mahar/maskawin?.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Maskawin
1.
Pengertian Maskawin Secara Bahasa
Jika ditinjau dari segi etimologi
kata as-shadaq yang memiliki arti mahar/maskawin bagi istri.[1]
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Shadaq adalah pemberian khusus laki-laki kepada
seorang wanita (calon isteri) pada waktu akad nikah.
Secara umum,
kata lain yang biasa digunakan untuk mahar dalam Alquran adalah kata ajr yang
berarti penghargaan atau hadiah yang di berikan kepada pengantin wanita.[2]
Sesungguhnya kata ajr itu merupakan sesuatu yang tidak dapat hilang.
2.
Pengertian Maskawin Secara Istilah
Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, maskawin adalah pemberian
pihak pengantin laki-laki (misal emas, barang, kitab suci) kpd pengantin
perempuan pd waktu akad nikah, dapat diberikan secara kontan ataupun secara
utang.
Dari pengertian tersebut, dapat kita
pahami bahwa maskawin tidak harus dibayar secara kontan. Akan tetapi, dapat
pula dibayar secara cicil apabila sudah ada persetujuan-persetujuan antara
pihak laki-laki dan perempuan serta disebutkan dalam akad.
Secara terminologi mahar/maskawin
adalah pemberian wajib dari calon suami kepada calon isteri sebagai ketulusan
hati calon suami untuk menimbulkan rasa cinta kasih bagi sang isteri kepada calon
suami.
B.
Bentuk, Jenis dan Nilai Mahar
Pada umumnya mahar itu dalam bentuk uang atau juga menggunakan
barang berharga lainnya. Namun bukan berarti bentuk maskawin itu harus selalu
berupa barang. Akan tetapi maskawin juga bisa menggunakan jasa sebagaimana yang
telah di jelaskan dalam Alquran dan Hadits.[3]
Contoh maskawin berupa jasa
dalam Alquran adalah pada ayat
berikut ini:
قَالَ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أُنْكِحَكَ
إِحْدَى ابْنَتَيَّ هَاتَيْنِ عَلَىٰ أَنْ تَأْجُرَنِي ثَمَانِيَ حِجَجٍ ۖ فَإِنْ أَتْمَمْتَ عَشْرًا فَمِنْ عِنْدِكَ ۖ وَمَا أُرِيدُ أَنْ أَشُقَّ عَلَيْكَ ۚ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ
الصَّالِحِين[4]
Artinya: Berkatalah dia (Syu'aib): "Sesungguhnya aku
bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas
dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh
tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak
memberati kamu. Dan kamu Insya Allah akan mendapatiku termasuk orang- orang
yang baik."
Dari ayat tersebut menunjukkan kebolehan maskawin dengan jasa
berupa mengembala kambing selama delapan tahun.
Bentuk lain dari maskawin yang selain barang juga dijelaskan dalam
hadits Nabi SAW. yaitu:
قال ماذا معك من القرآن قال معى سوروة كذا كذا عددها, قال تقرؤهن عن
ظهر قلبك قال نعم, قال: اذهب فقد ملكتكها بما معك من القرآن.
Artinya: Nabi berkata “Apakah kamu memiliki hafalan ayat-ayat
Alquran?” Ia menjawab “Iya, surat ini dan surat ini, sambil
menghitungnya”. Nabi berkata “Kamu hafal surat-surat itu di luar
kepala?” Dia menjawab “Iya”. Nabi berkata “Pergilah, saya
kawinkan engkau dengan perempuan itu dengan mahar mengajarkan Alqur’an”.
Hadits tersebut memberikan gambaran bahwa mahar itu hanya berupa
uang dan barang saja. Akan tetapi juga bisa menggunakan jasa yang berupa
hafalan seperti contoh dalam hadits tersebut.
Jumlah mahar tidaklah ditentukan dalam Syariat Islam. Akan tetapi,
dalam praktiknya di masyarakat banyak sekali yang menggunakan mahar berlebihan
dan terlalu mewah. Sedangkan tujuan mereka memberikan mahar yang berlebihan
tersebut hanyalah untuk pamer semata. Padahal Nabi menjelaskan bahwa mahar
tidaklah harus mewah sebagaimana di jelaskan dalam haditsnya yaitu:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ان اعظم
النكاح بركة ايسره مؤونة.
Artinya:
Rasulullah SAW. bersabda “Sesungguhnya berkah pernikahan yang paling agung
adalah yang paling mudah maharnya”.
زوج
النبي صلى الله عليه وسلم رجلا امرأة بخاتم من حديد
Artinya: Bahwa Nabi Muhammad SAW.
telah pernah mengawinkan seorang laki-laki dengan perempuan dengan maharnya
sebentuk besi.
Hadits diatas menjelasakan bahwa mahar
yang ajarkan dalam Islam tidak harus mewah. Akan tetapi disesuaikan kemampaun
calon suami.
Adapun
Syarat-syarat mahar apabila berbentuk barang adalah sebagai berikut:
1. Jelas
dan diketahui bentuknya
2. Barang
itu miliknya sendiri bukan hasil curian
3. Barang
sesuatu yang memenuhi syarat untuk diperjual belikan
4. Dapat
diserahkan pada waktunya.[5]
Sedangkan mahar
yang diberikan kepada para istrinya yaitu separuh uqiyah atau lima
ratus dirham. Sebagaimana keterangan dari isteri nabi Sayyidah Aisyah ra.
كان
صداق رسول لله عليه وسلم لاءزواجه اثتني
عشرة اء وقية ونشاْ ,أتدرون ما النش؟ نصف أوقية, وزلك خمسمئة درحم
Artinya: Maskwin Rasulullah
kepada isteri-isterinya adalah sebesar dua belas uqiyah atau satu nasy, apakah
kamu tau apa nasy itu? Yaitu separu uqiyah atau lima ratus dirham.
C. Hukum Mahar/maskawin
Imam Syafi’i berpendapat bahwa
mahar/maskawin itu hukumnya adalah wajib. Namun bukan termasuk dari bagian
rukun perkawinan. [6]
Adapun landasan yang digunakan dalam penentuan kewajiban mahar ini adalah salah
satu ayat dalam Alquran yaitu:
وَآَتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ
عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ [7]هَنِيئًا مَرِيئًا
Artinya: Berikanlah mahar kepada
perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian penuh kerelaan. Kemudian jika
mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari mahar itu dengan senang hati, maka
makanlah pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.
Adapun
dari hadits nabi yang menjelaskan kewajiban membayar mahar diantaranya sabda
Nabi yang berasal dari Sahal bin Sa’ad Al-sa’idi dalam suatu kisah panjang dalm
bentuk hadits panjang mutafaq alaih:
يا رسول الله ان لم يكن لك بها حاجة
فزوجنيها فقل هل عندك منلاشيئ فقاللاوالله,فقال فازهب اءالى اهلكفا نضر هل تجد شيا
فزهب ثم رجع فقال لاوالله وجد تشيأ فقال رسول لله صلى لله عليه و سلم اضدر ولو خا
تما من حديد
Artinya:
Ya Rasulullah bila anda tidak punya keinginan untuk mengawininya, maka
kawinkan saya dengannya. Nabi berkata “Apakah kamu memiliki sesuatau?”. Ia
berkata “Tidak ya Rasululullah”. Nabi berkata “Pergilah kepada keluargamu
mungkin kamu akan mendapatkan sesuatu”. Kemudian dia pergi dan segera kembali
serta berkata “Saya tidak mempunyai sesuatu wahai Rasulullah”. Nabi berkata “
Carilah walaupun hanya sebentuk cincin besi”.
Maksud
hadits di atas itu menjelaskan bahwa mahar itu hukumnya wajib. meskipun dari
pihak suami tidak memiliki suatu apapun untuk berikan kepada calon istrinya,
dia harus berusaha untuk mencarinya meskipun hanya sebuah cincin yang terbuat
dari besi, karena tujuan dari pemberian mahar itu semata-mata untuk memuliakan
calon istri.
Menurut
ketetapan dalil dari ijma’itu menyatakan bahwa para ulama’ telah bersepakat
bahwa mahar wajib hukumnya tanpa adanya khilaf, ketetapan itu di sepakati oleh
para ulama’, baik ulama’ generasi pertama islam hingga masa sekarang.
D. Macam-macam Mahar/maskawin
Semua ulama’
telah sepakat bahwa membayar mahar itu adalah wajib. Sedangkan macam-macam
mahar dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
Mahar Musamma dan Mahar Mitsil.[8]
1. Mahar
Musamma
Mahar
musamma merupakan mahar yang telah jelas dan ditetapkan bentuk dan jumlahnya
dalam shighat akad. Jenis mahar ini dibedakan lagi menjadi dua yaitu:
a. Mahar Musamma Mu’ajjal, yakni
mahar yang segera diberikan oleh calon suami kepada calon isterinya.
Menyegerakan pembayaran mahar termasuk perkara yang sunnat dalam Islam.
b. Mahar Musamma Ghair Mu’ajjal, yakni
mahar yang telah ditetapkan bentuk dan jumlahnya, akan tetapi ditangguhkan pembayarannya.
Berkenaan dengan
pembayaran mahar, maka wajib hukumnya apabila telah terjadi dukhul. Ulama’
sepakat bahwa membayar mahar menjadi wajib apabila telah berkhalwat (bersepi-sepian/berdua-duan)
dan juga telah dukhul.
Membayar mahar
apabila telah terjadi dukhul adalah wajib, sehingga jika belum
terbayarkan maka termasuk utang piutang. Namun, jika sang isteri rela terhadap
maharnya yang belum dibayarkan oleh suaminya. Sementara suaminya telah
meninggal, maka tidak wajib ahli warisnya membayarkan maharnya. Jika isterinya
tidak rela, maka pembayaran mahar itu diambilkan dari harta warisannya oleh
ahli warisnya.
Apabila terjadi
talak sebelum terjadinya dukhul, sementara bentuk dan jumlahnya telah
ditentukan dalam akad, maka wajib membayar mahar separuhnya saja dari yang
telah ditentukan dalam mahar.
وان
طلقتموهن من قبل ان تمسوهن وقد فرضتم لهن فريضة فنصف مافرضتم الا ان يعفون اويعفوا
الذي بيده عقدة النكاح وان تعفوآ اقرب للتقوى ولاتنسوا الفصل بينكم ان الله بما
تعملون بصير[9]
Artinya: Jika kamu menceraikan
isteri-isterimu sebelum kamu bercampur
dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu telah menentukan maharnya, maka
bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali
isteri-isterimu memaafkan atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan nikah,
dan pemaafan kamu itu lebih dekat pada takwa. Dan janganlah kamu melupakan
keutamaan diantara kamu. Sesungguhnya Allah maha Melihat apa yang kamu
kerjakan.
2. Mahar
Mitsil
Mahar
Mitsil adalah mahar yang jumlah dan bentuknya menurut jumlah dan bentuk
yang biasa diterima keluarga pihak
isteri karena tidak ditentukan sebelumnya dalam akad nikah.
لاجناح
عليكم ان طللقتم انسآء مالم تمسوهن اوتفرضوا لهن فريضة ومتعوهن عل الموسع قدره و
على مقتر قدره متا عا با المعروف حقا على المحسنين[10]
Artinya:
Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan
isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menetukan
maharnya. Dan hendaklah kamu berikan suatu mut’ah (pemberian) kepada
mereka.orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut
kemampuannya (pula), yaitu pemberian menurut yang patut, yang demikian itu
merupakan ketentuan bagi orang-orang yag berbuat kebajikan.
Imam
Malik menjelaskan ayat tersebut bahwa seorang laki-laki boleh memilih salah
satu dari ketiga kemungkinan ada. Kemungkinan pertama, seorang suami tidak
perlu membayar mahar kepada isterinya. Kemungkinan kedua, suami membayarkan mahar
mitsilnya. Kemungkinan ketiga, memilih membayar mahar mitsilnya adalah
keputusan yang dipandang lebih adil dan
bijaksana karena disesuaikan denagn kemampuan pihak suami dan jumlah yang biasa
diterima oleh pihak keluarga isteri.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jika ditinjau dari segi etimologi kata as-shadaq yang
memiliki arti mahar/maskawin bagi istri. Yang dapat dipahami sebagai pemberian
dari calon suami kepada calon isteri. Sedankan secara terminologi
mahar/maskawin adalah pemberian wajib dari calon suami kepada calon isteri
sebagai ketulusan hati calon suami untuk menimbulkan rasa cinta kasih bagi sang
isteri kepada calon suami.
Dalam islam tidak dtentukan jumlah mahar tapi jelasnya pembayaran
mahar hukumnya adalah wajib. Untuk jumlahnya disesuaikan dengan kemampuan calon
suami dan keputusan antar keduanya (calon suami isteri). Sementara Rasulullah
memberikan mahar kepada isteri-isterinya adalah sebesar lima ratus dirham. Dan
bentuk mas kawin bisa berupa barang atau jasa yang terpenting adalah tidak
terlalu berlebih-lebihan. Artinay sesuai kemampuan dan kesapakan antara calon
suami isteri. Sedangkan untuk hukumnya membayar mas kawin, para Ulama’ sepakat
bahwa hukumnya adalah wajib.
Mahar itu sendiri terdi dari dua macam yaitu Mahar Musamma
dan Mahar Mitsil. Mahar Musamma adalah mahar yang jumlah dan
bentuknya telah ditetapkan dalam akad nikah. Dan sunnah menyegerakan
membayarnya. Mahar Mitsil adalah mahar yang pembayarannya ditetapkan atas
jumlah dan bentuk mahar yang biasa diterima oleh pihak keluarga isteri karena
jumlahnya tidak ditentukan sebelumnya dalam akad nikah.
[1] Muhammad Zuhaily, Fiqih Munakahat Kajian
Fiqih Pernikahan dalam Perspektif
Madzhab Syafi’i, terj. Mohammad Kholison (Surabaya: CV. Imtiyaz,
2013),235.
[2] Abdul Rahman I., Perkawinan dalam Syariat
Islam (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996), 67.
[3] Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqih
(Jakarta: Prenada Media, 2003), 100-101.
[4] Alquran, 28:27
[5] Amir
Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqih (Jakarta: Prenada Media, 2003),
102.
[6] Muhammad
Zuhaily, Fiqih Munakahat Kajian Fiqih Pernikahan dalam Perspektif Madzhab Syafi’i, terj. Mohammad Kholison
(Surabaya: CV. Imtiyaz, 2013),235.
[7] Alquran, 4:4
[8] Beni Ahmad
Saebani, Fiqih Munakahat (Bandung: CV Pustaka Setia, 2009),275-279.
[9] Alquran, 2:234
[10]
Alquran, 2:236
DAFTAR
PUSTAKA
Zuhaily, Muhammad. 2013. Fiqih Munakahat Kajian Fiqih Pernikahan
dalam Perspektif Imam Syafi’i. Surabaya: CV. Imtiyaz.
Rahman, Abdul. 1996. Perkawinan dalam Syariat Islam. Jakarta:
PT Rineka Cipta.
Syarifuddin, Amir. 2003. Garis-garis Besar Fiqih. Jakarta:
Prenada Media.
Saebani, Beni Ahmad. 2009. Fiqih Munakahat.Bandung: CV
Pustaka Setia.
http://www.jadipintar.com/2013/09/Pengertian-Mahar-Mas-Kawin-Jumlah-dan-Bentuknya.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar